Gambar dari: apakehei.blogspot.co.id
Banyak orang mengatakan, wanita adalah ahli sejarah. Mengapa? Karena wanita paling suka dan sering mengungkit masa lalu. Saya rasa benar juga pernyataan itu, karena saya senang sekali mengenang masa lalu. Dan saya seorang wanita tentunya.
Buat saya, mengenang masa lalu memberikan rasa bahagia, meski kadang juga mengembalikan emosi kesedihan. Saya pikir, masa lalu juga bisa menjadi pelajaran untuk menuntun masa depan. Bila dibagikan dengan orang lain, mungkin bisa menjadi cermin dan inspirasi dalam kehidupan. Membagikan masa lalu bisa juga sebagai klarifikasi atau pengakuan atas sebuah sejarah hidup atau suatu kejadian. Seperti apa yang akan saya ceritakan ini, mungkin lebih pada rasa terima kasih yang selama ini belum pernah terucap secara langsung kepada orang yang bersangkutan.
Hidayah, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jalan atau petunjuk menuju kebaikan yang diberikan Allah kepada seseorang. Hidayah itu bisa melalui orang atau suatu hal/peristiwa, yang menyadarkan dari sesuatu yang kurang baik sebelumnya.
Saya tumbuh dalam keluarga yang saat itu cenderung nasionalis dan kurang mengedepankan pendidikan agama. Saya ingat, yang membuat saya mengaji iqra saat usia SD, bukan karena perintah orang tua melainkan rasa senang berkumpul dan belajar bersama teman di mushalla atau rumah Pak Kyai. Maka sangatlah benar kiranya, lingkungan tempat tumbuh seseorang memberikan andil besar dalam perkembangan sikap dan karakternya.
Pun dalam hal ibadah, terutama shalat. Orang yang paling menginspirasi saya untuk mendirikan shalat sejak usia SD bukanlah orang tua, justru teman bermain yang saat itu bersekolah di sebuah MI (Madrasah Ibtidaiyah). Sekolah di MI saat itu terasa kurang populer dan beberapa orang menganggap terlalu fanatik. Tapi, dari seorang teman MI lah saya merasa tertarik tentang shalat. Berasa amazing, seorang anak seumuran begitu terpanggil saat mendengar adzan dan segera mendirikan shalat meski melakukannya dengan munfarid di rumah. Dari situlah saya mulai tertarik mengikutinya setiap kali waktu shalat tiba. Jadi, saya belajar mendirikan shalat dengan nyata justru di rumah teman. Dia teman kecil pengantar hidayah yang bernama Mujiroh.
Di usia yang lebih tinggi, masa remaja awal di SMP. Allah mendatangkan seseorang yang hanya sekejap namun memberi kesan yang mendalam. Awal bertemu kurang menarik, baru menyadari hikmah kehadirannya saat di SMA. Dia bernama Mbak Nurani, keponakan Bapak yang hanya tinggal sekitar 2 mingguan di rumah. Bahkan, dia menyampaikan hidayah Allah kepadaku tanpa banyak kata. Dia membawa beberapa majalah Islami untuk remaja yang berisi cerpen-cerpen berdaging. Saat pulang, ditinggalkannya majalah-majalah keren itu untukku. Majalah Annida yang mengenalkanku pada seorang penulis idola Helvy Tiana Rosa. Cerpen yang paling berkesan dan membuat hatiku terketuk, alhamduillah bisa menikmati originnya cerita Ketika Mas Gagah Pergi. Tidak kalah juga ceritanya tentang epik yang membuka wawasan tentang dunia Islam. Dari Mba Nur dan majalahnya, aku mengenal kewajiban berhijab dan merupakan awal ketertarikanku akan hijab.
Nyata benar kiranya, bahwa hidayah itu bisa datang dari siapa saja. Seorang teman kecil seusia SD, dan seorang yang hanya bertemu sekejap saja, ternyata bisa menumbuhkan pondasi kesadaran yang mendalam. Jadi jangan tutup hati Anda, Pembaca. Hidayah Allah bisa datang melalui siapa atau apa saja, kapanpun saja. Wallahu a’lam bishshawab.
#onedayonepost
#ODOPbatch5
0 comments:
Post a Comment