Gambar diambil dari: www.upload.wikimedia.org
Sore itu, seperti biasa sambil mengurai rasa lelah sepulang sekolah, saya duduk-duduk di depan televisi bersama suami. Iseng kami menghidupkan kotak visual itu dan remote control berhenti pada sebuah channel yang sedang menayangkan film. Saya perhatikan di pojok kanan layar, tertulis judul filmnya Contact. Tanpa sengaja, kami pun penasaran dan mengikuti alur cerita. Bercerita tentang seorang perempuan cerdas yang sangat tertarik pada bidang astronomi, film itu menjadi menarik buat saya karena ada perbandingan pemikiran antara dua orang yang cukup berbeda. Sang astronom yang sangat ilmiah, berlawanan pemikiran dengan sahabatnya yang cerdas di bidang Theology. Cerita ini mengingatkan saya pada postingan beberapa hari lalu (Berpikir Liar tentang Pendidikan).
Sang astronom begitu yakin akan adanya kehidupan di belahan lain alam semesta. Penelitian ilmiah yang panjang dan berliku dilakukan untuk membuktikan pemikirannya. Ia meyakini alam semesta begitu luas, sangat percuma jika hanya ada manusia di bumi saja. Sementara sang theolog selalu menyandarkan pada ketuhanan, dan cenderung anti teknologi yang menurutnya menjadi akar masalah di bumi dan alam semesta.
Pada akhirnya penelitian sang astronom memang menemukan jejak yang ia yakini sebagai sinyal kehidupan di bintang lain. Sinyal tersebut ternyata bisa diterjemahkan oleh para ahli menjadi rumus pembuatan pesawat untuk menuju bintang Vega. Diceritakan sang astronom yakin dia telah sampai di bintang Vega menggunakan pesawat hasil pemecahan kode tersebut. Bahkan di sana ia bertemu dengan ayahnya yang telah meninggal. Ayahnya lah yang telah mengirimkan sinyal dan ditangkap radar penelitian. Perjalanan itu begitu nyata bagi sang astronom, namun, secara kasat mata di monitor para ilmuwan rekan-rekannya, ia hanya tak sadarkan diri di dalam pesawat yang mengalami kerusakan.
Film itu kembali membuat saya berpikir ‘liar’.
Sebagai muslim, saya yakin alam semesta ini mengandung ilmu yang digambarkan: tak usai ditulis meski tujuh laut dihabiskan sebagai tinta. Dan itulah ilmu milik Allah. Saya meyakini banyak ilmu Allah yang tidak dapat terjangkau oleh akal manusia, apalagi manusia biasa-biasa saja seperti saya. Saat otak terasa tak sanggup lagi menggapai ilmu-Nya karena seakan tak sampai di logika, maka tempat kembalinya adalah iman. Dan cukuplah mentadabburi Al Qur’an sebagai petunjuk dalam ilmu pengetahuan. Mungkin terasa iman dan Al Qur’an membatasi pencapaian ilmu seseorang, namun rasa penasaran yang terlalu berlebihan menurut saya bisa mengantarkan seseorang pada kesombongan. Meski kita diperintahkan menuntut ilmu, namun tujuan utama penciptaan manusia adalah liya’buduun. Maka menuntut ilmu yang utama adalah untuk membuat manusia menjadi hamba yang beribadah kepada-Nya.
#onedayonepost
#ODOPbatch5
bagus ulasannya mba, iman sebagai kuncinya ilmu pengetahuan, hal itu yg terkadang g ditemui dimasa sekarang
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir dan memberi komen. Salam kenal mba Ratih
Delete