Gambar dari: brilio.net
Eva merasa sedikit lega, “mungkin tidak berlanjut perjodohannya,” begitu perkiraannya. Namun, ada kecewa juga di hatinya. Kalau tidak berlanjut, artinya ia masih akan menghadapi perjodohan berikutnya.
“Aku yakin, aku bisa mencintai siapa saja, asalkan dia menyayangiku. Kalau beruntung menikah dengan orang yang dicintai, itu namanya anugerah terindah. Tapi itu tidak penting, yang penting satu visi dan belajar memahami satu sama lain.” Itu salah satu celotehan Eva pada Nuri dan Dewi, tetangga kamarnya.
Maklum, mereka memang sudah sering membahas pernikahan, apalagi jika ada salah satu teman dikabarkan menikah.
Akhirnya, sore itu, mamah Eva mengabarkan apa yang selama ini membuat Eva bertanya-tanya. Dalam SMS panjangnya, mamah Eva bercerita.
“Keluarganya Rian meminta fotomu yang tanpa jilbab. Mereka bilang cuma memastikan kalau jilbabmu itu bukan untuk menutupi kekurangan. Mamah malah jadi tersinggung, anak Mamah dikira berjilab karena menutupi kekurangan. Jadi Mamah bilang, Eva tidak mau melanjutkan hubungan lebih jauh.”
“Ohhh … begitu,” balas Eva dalam SMS nya.
Beberapa hari setelah SMS itu, Eva kembali dibuat berpikir, saat mamahnya mengabarkan lagi seorang teman, kakak kelas di SD yang telah menjadi PNS. Cerita mamahnya, ia menanyakan Eva. Entah keberanian darimana, Eva membalas SMS.
“Mah, sudah lah, tidak bisa menunggu sampai aku lulus kah? Jangan menjodohkan terus, nanti pasti aku ketemu jodohku.”
“Kalau begitu, jangan terlalu menutup diri. Kapan jodohmu datang kalau kamu masih seperti itu terus.” Mamah Eva tidak mau kalah.
“Oke, nanti kalau ada teman pilihanku datang, Mamah setuju kan?” Eva malah semakin menantang.
“Iya, buktikan kalo sudah ada.”
SMS terakhir mamahnya, membuat Eva bingung dan galau.
“Bagaimana aku berani berkata begitu sama Mamah” Eva merasa sedikit menyesal.
Selama ini memang ada beberapa teman lelaki yang sepertinya mempunyai perhatian lebih kepada Eva. Diantaranya, Dana dan seorang lagi mahasiswa fakultas ekonomi yang ia kenal saat ada kegiatan koperasi.
“Tapi … tidak mungkin dong, aku nembak duluan. Hahaa … apa kata dunia?” Eva tersenyum sendiri membayangkannya.
“Apalagi nembaknya untuk menikah, bukan pacaran. Mungkin mereka langsung lari tunggang-langgang.” Senyum Eva semakin lebar dan panjang.
“Tapi … tidak ada salahnya dicoba. Demi janji pada Mamah.” Khayalan Eva mulai meninggi.
Bersambung ....
#BismillahLulus
#Tantangan7&8
#onedayonepost
#ODOPbatch5
Wuah... quotenya dalem ituh. :-)
ReplyDeleteHmmm... akankah Eva berani?
Karateka pasti berani ๐
Delete