Sekitar dua tahun yang lalu ….
Eva baru terbangun dari tidur siangnya, saat Dewi mengetuk pintu kamar dan memberi tahu kalau ada yang mencarinya. Ia segera tahu kalau yang mencari itu laki-laki, karena kalau perempuan biasanya sudah diantar ke depan kamar. Eva pun melengkapi pakaiannya sebelum menuju ruang tamu di depan.
Di ruang tamu, Eva cukup kaget, tak biasanya Satrio datang menemuinya. Satrio duduk bersama temannya.
“Ada apa Sat?” Eva to the point bertanya setelah duduk.
“Ini Va. Aku ada amanah yang harus kusampaikan.”
“Amanah … apa maksudnya?”
“Ada surat untukmu. Ini, aku hanya diminta mengantar saja.” Satrio menyodorkan sebuah amplop putih.
Eva menerimanya dengan keheranan. Dia mencoba membolak-balik, tidak ada tulisan apapun di sampulnya.
“Surat apa ini? Dari mana?” Eva bertanya dengan raut bingungnya.
“Nanti kamu tahu setelah membaca.” Singkat jawaban Satrio sebelum meminta izin pulang.
"Terima kasih, Sat. Sudah mengantarkan ini untukku." Eva bingung mau berkata apa.
Eva hanya melongo sambil mengantar kepergian Satrio dan kawannya meninggalkan rumah kost, dengan pandangan matanya.
Eva segera masuk ke kamarnya, dan membuka amplop putih tanpa nama itu. Pertama yang dicari adalah nama penulis. Matanya segera mencari bagian bawah surat, dan Eva terkejut saat menemukannya.
“Kak Amar?” desisnya sendirian.
Selanjutnya kata demi kata dibaca Eva dengan hati masih bertanya-tanya tak percaya.
Seminggu kemudian ….
Eva tampak sudah lebih tenang, setelah beberapa hari merasa ada beban berat di kepalanya. Ia kini sudah membulatkan hatinya.
“Jika kamu bersedia, aku akan datang ke orang tua setelah pulang dari Malaysia.”
Kata-kata dalam surat itu yang membuat Eva serasa dihadapkan pada masalah besar. Namun, kini Eva telah menemukan jawabannya.
“Mas Seno yang telah menyanggupi tantanganku. Ia menunjukkan keseriusannya dengan datang kepada orang tua di Purwakarta. Jarak yang jauh, bahkan belum pernah ke sana, ia tempuh. Itu sudah menjadi bukti yang cukup dari kesungguhannya. Aku sudah tak ragu lagi.” Eva meyakinkan dirinya sendiri.
Eva teringat saat Seno, mahasiswa fakultas ekonomi yang tak disangka-sangka menyanggupi datang ke orang tua begitu Eva menantangnya. Saat itu Seno mulai menampakkan tanda-tanda mau menyampaikan perasaannya, dan dengan nekat Eva menantang.
“Aku nggak mau pacaran, Mas. Kalau memang sungguh-sungguh, datang saja ke Purwakarta ketemu sama orang tuaku.”
Dan seminggu setelahnya, mamah Eva menyampaikan kabar yang membuat Eva tercengang.
“Ada temanmu datang, dia memperkenalkan diri, namanya Seno.” Kata mamah Eva dalam teleponnya.
Sejak itu sudah mulai direncanakan kapan orang tua Seno akan berkunjung. Orang tua Eva tidak cukup alasan untuk menolak karena penampilan Seno yang meyakinkan, dan dia memang telah berpenghasilan sejak masih kuliah. Ia menjadi distributor batik dari Pasar Klewer ke beberapa daerah.
Di mata Eva, Seno juga punya banyak kelebihan. Salah satunya kebaikan hati Seno, selalu menyantuni seorang kakek sebatang kara yang terpaksa mengemis di kampus. Seno tak segan membonceng kakek itu kalau kebetulan ia mau pulang. Beberapa kali Eva menyaksikan pemandangan itu tanpa sengaja, seolah Allah menunjukkannya.
_____________________________________________
Ending
Amar pulang ke rumah kostnya dengan hati yang cukup hambar. Cerita Satrio di masjid tadi telah membuatnya sedikit tak menduga. Tapi bagi Amar, tidak mengejutkan juga, karena beberapa kali ia telah terbiasa dikejutkan oleh gadis itu. Mungkin, pernikahan adalah kejutan terakhir dari Eva untuknya.
Di sisa ujung malam, Amar telah benar-benar tenang hatinya. Tak ada lagi terkejut dan kecewa. Ia telah benar-benar sadar bahwa jodohnya masih ada di depan sana. Ia sudah ikhlas dengan hatinya, setelah ia ceritakan semua kepada Pemilik-Nya.
#BismillahLulus
Eva baru terbangun dari tidur siangnya, saat Dewi mengetuk pintu kamar dan memberi tahu kalau ada yang mencarinya. Ia segera tahu kalau yang mencari itu laki-laki, karena kalau perempuan biasanya sudah diantar ke depan kamar. Eva pun melengkapi pakaiannya sebelum menuju ruang tamu di depan.
Di ruang tamu, Eva cukup kaget, tak biasanya Satrio datang menemuinya. Satrio duduk bersama temannya.
“Ada apa Sat?” Eva to the point bertanya setelah duduk.
“Ini Va. Aku ada amanah yang harus kusampaikan.”
“Amanah … apa maksudnya?”
“Ada surat untukmu. Ini, aku hanya diminta mengantar saja.” Satrio menyodorkan sebuah amplop putih.
Eva menerimanya dengan keheranan. Dia mencoba membolak-balik, tidak ada tulisan apapun di sampulnya.
“Surat apa ini? Dari mana?” Eva bertanya dengan raut bingungnya.
“Nanti kamu tahu setelah membaca.” Singkat jawaban Satrio sebelum meminta izin pulang.
"Terima kasih, Sat. Sudah mengantarkan ini untukku." Eva bingung mau berkata apa.
Eva hanya melongo sambil mengantar kepergian Satrio dan kawannya meninggalkan rumah kost, dengan pandangan matanya.
Eva segera masuk ke kamarnya, dan membuka amplop putih tanpa nama itu. Pertama yang dicari adalah nama penulis. Matanya segera mencari bagian bawah surat, dan Eva terkejut saat menemukannya.
“Kak Amar?” desisnya sendirian.
Selanjutnya kata demi kata dibaca Eva dengan hati masih bertanya-tanya tak percaya.
Seminggu kemudian ….
Eva tampak sudah lebih tenang, setelah beberapa hari merasa ada beban berat di kepalanya. Ia kini sudah membulatkan hatinya.
“Jika kamu bersedia, aku akan datang ke orang tua setelah pulang dari Malaysia.”
Kata-kata dalam surat itu yang membuat Eva serasa dihadapkan pada masalah besar. Namun, kini Eva telah menemukan jawabannya.
“Mas Seno yang telah menyanggupi tantanganku. Ia menunjukkan keseriusannya dengan datang kepada orang tua di Purwakarta. Jarak yang jauh, bahkan belum pernah ke sana, ia tempuh. Itu sudah menjadi bukti yang cukup dari kesungguhannya. Aku sudah tak ragu lagi.” Eva meyakinkan dirinya sendiri.
Eva teringat saat Seno, mahasiswa fakultas ekonomi yang tak disangka-sangka menyanggupi datang ke orang tua begitu Eva menantangnya. Saat itu Seno mulai menampakkan tanda-tanda mau menyampaikan perasaannya, dan dengan nekat Eva menantang.
“Aku nggak mau pacaran, Mas. Kalau memang sungguh-sungguh, datang saja ke Purwakarta ketemu sama orang tuaku.”
Dan seminggu setelahnya, mamah Eva menyampaikan kabar yang membuat Eva tercengang.
“Ada temanmu datang, dia memperkenalkan diri, namanya Seno.” Kata mamah Eva dalam teleponnya.
Sejak itu sudah mulai direncanakan kapan orang tua Seno akan berkunjung. Orang tua Eva tidak cukup alasan untuk menolak karena penampilan Seno yang meyakinkan, dan dia memang telah berpenghasilan sejak masih kuliah. Ia menjadi distributor batik dari Pasar Klewer ke beberapa daerah.
Di mata Eva, Seno juga punya banyak kelebihan. Salah satunya kebaikan hati Seno, selalu menyantuni seorang kakek sebatang kara yang terpaksa mengemis di kampus. Seno tak segan membonceng kakek itu kalau kebetulan ia mau pulang. Beberapa kali Eva menyaksikan pemandangan itu tanpa sengaja, seolah Allah menunjukkannya.
_____________________________________________
Gambar dari: imgur.com
Ending
Amar pulang ke rumah kostnya dengan hati yang cukup hambar. Cerita Satrio di masjid tadi telah membuatnya sedikit tak menduga. Tapi bagi Amar, tidak mengejutkan juga, karena beberapa kali ia telah terbiasa dikejutkan oleh gadis itu. Mungkin, pernikahan adalah kejutan terakhir dari Eva untuknya.
Di sisa ujung malam, Amar telah benar-benar tenang hatinya. Tak ada lagi terkejut dan kecewa. Ia telah benar-benar sadar bahwa jodohnya masih ada di depan sana. Ia sudah ikhlas dengan hatinya, setelah ia ceritakan semua kepada Pemilik-Nya.
#BismillahLulus
#Tantangan7&8
#onedayonepost
#ODOPbatch5
T_T
ReplyDeleteMbak... saya nulis ini sambil air mata keluar deras banget ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Begitulah hidup ya mba Nia
ReplyDeleteSad ending mba hiks2, memang belom jodoh mo gmn lagi,hnn😥
ReplyDeleteBetulll
Deletehikkss,,, bukan jodoh.
ReplyDeleteIya mba Arin
Delete