Kaifa Kamilia, itulah namanya. Amar mengetahui nama itu dari daftar hadir mata kuliah Persamaan Differensial Biasa (PDB). Amar sengaja memperhatikan daftar hadir yang beredar selama kuliah beberapa hari yang lalu. Eva, begitu teman-temannya memanggil gadis itu. Dua tahun lalu, Amar terpaksa mendapat nilai C pada beberapa mata kuliah, termasuk PDB karena harus ijin pulang ke Ciamis selama beberapa minggu. Saat itu ia dikabari neneknya meninggal, kemudian setelah selesai pemakaman, ibunya jatuh sakit hingga harus diopname.
Semester ini Amar mengulang mata kuliah PDB untuk memperbaiki nilai, dan keputusan ini dirasa tepat setelah dia mengenal Eva. Karena Amar jadi bisa sama-sama satu ruang kuliah dengan Eva.
Amar merasa lebih bersemangat setiap kali masuk kuliah PDB, karena ia punya harapan lain tentunya. Seperti hari itu, dia masuk kelas tepat waktu sebelum dosen masuk ruang kuliah. Dia duduk mengambil baris ke-3 di deretan kursi mahasiswa. Sekilas, Amar melihat gadis itu duduk di baris pertama, di posisi kesukaannya, pojok depan.
Semester ini Amar mengulang mata kuliah PDB untuk memperbaiki nilai, dan keputusan ini dirasa tepat setelah dia mengenal Eva. Karena Amar jadi bisa sama-sama satu ruang kuliah dengan Eva.
Amar merasa lebih bersemangat setiap kali masuk kuliah PDB, karena ia punya harapan lain tentunya. Seperti hari itu, dia masuk kelas tepat waktu sebelum dosen masuk ruang kuliah. Dia duduk mengambil baris ke-3 di deretan kursi mahasiswa. Sekilas, Amar melihat gadis itu duduk di baris pertama, di posisi kesukaannya, pojok depan.
Di kampus Amar, memang ruang kuliah terdiri dari dua deretan kursi, dipisahkan untuk jalan mahasiswa di tengah-tengah. Dan mahasiswa yang mengikuti kuliah, secara otomatis, seakan sudah menjadi kesepakatan, akan memisahkan deretan laki-laki dan perempuan. Seorang dosen fakultas lain pernah mengatakan bahwa kampus MIPA baginya seperti pesantren, karena hampir semua mahasiswi menggunakan kerudung di kepalanya.
Bagi Amar, suasana pesantren bukan saja terlihat dari mahasiswinya yang berkerudung, namun kegiatan SKI alias Sie Kerohanian Islam yang makin membuat kampus ini serasa pesantren. Rama yang selalu mengajaknya ikut serta dalam setiap kegiatan SKI, karena dia adalah sekretaris SKI FMIPA. Itulah salah satu alasan, Amar merasa bersyukur dipertemukan dengan sahabat yang mengajaknya ke jalan Tuhan. Karena sahabatnya itu pula, dia semakin mantap hanya menyimpan kekaguman dan rindunya kepada Eva. Dia tak mungkin mengungkapkannya saat ini. Ada dua alasan, mengapa Amar merasa hanya cukup menyimpan semuanya.
Alasan pertama, berkaitan dengan prinsipnya. Ia berpikir, ia akan menghianati perjuangan orang tua jika mengikuti perasaannya dan menjalin hubungan khusus dengan seorang wanita atau pacaran seperti teman-teman yang lain. Orang tua bekerja keras membiayai hidupnya, namun ia bersenang-senang di atas kerja keras orang tua, itu yang sangat dihindari Amar.
Alasan kedua, karena apa yang Amar dapatkan dalam kajian-kajian di SKI, ia makin paham bahwa pacaran itu salah satu jalan mendekati perzinaan, sehingga merupakan perbuatan yang keji alias haram. Dari kedua alasan itu, Amar mantap untuk menyimpan semua kekaguman dan kerinduannya pada Eva hanya dalam hati dan diamnya. Dia sadar itu tidak dapat dihindari sebagai manusia normal, tidak perlu pula dihilangkan, hanya cukup dijaga agar tidak mengganggu dan merusak amalnya. Begitu hasil pemikiran Amar.
Selesai perkuliahan, Amar hendak pulang, saat ia melihat dari kejauhan Eva berjalan dengan seorang mahasiswa. Amar agak terkejut, jarang selama ini, ia melihatnya bersama laki-laki. Itu pula yang membuatnya kagum. Amar memperhatikan dari jauh, mereka berjalan sambil berbincang. Mahasiswa itu berambut sedikit gondrong, dan pada akhirnya Amar sadar, pemuda itu salah satu mahasiswa jurusan kimia. Mereka satu kampus tentunya, karena ada empat jurusan di fakultas MIPA: matematika, fisika, kimia, dan biologi.
Pikiran Amar agak gamang, “apakah mereka pacaran?” Tapi dia baru melihatnya berdua hari itu. Ataukah karena Amar baru tahu saja?
Dan, karena rasa penasaran bercampur tak enak di dalam hatinya, Amar nekad membuntuti mereka. Sepertinya Eva dan mahasiswa itu berjalan menuju keluar kampus, karena mereka mengarah ke gerbang kampus bagian belakang. Sepanjang perjalanan, mereka berjalan santai berdampingan dan sesekali tampak berbincang. Eva banyak tersenyum dengan gayanya yang khas. Tampak saat Eva mengarahkan wajah ke arah teman berjalannya itu. Amar terus membuntutinya sambil menjaga jarak.
“Mau kemana mereka? Apakah dia pacar Eva?” pertanyaan itu sedikit mengganggu Amar.
Bersambung ....
Gambar dari law.uii.ac.id
Bagi Amar, suasana pesantren bukan saja terlihat dari mahasiswinya yang berkerudung, namun kegiatan SKI alias Sie Kerohanian Islam yang makin membuat kampus ini serasa pesantren. Rama yang selalu mengajaknya ikut serta dalam setiap kegiatan SKI, karena dia adalah sekretaris SKI FMIPA. Itulah salah satu alasan, Amar merasa bersyukur dipertemukan dengan sahabat yang mengajaknya ke jalan Tuhan. Karena sahabatnya itu pula, dia semakin mantap hanya menyimpan kekaguman dan rindunya kepada Eva. Dia tak mungkin mengungkapkannya saat ini. Ada dua alasan, mengapa Amar merasa hanya cukup menyimpan semuanya.
Alasan pertama, berkaitan dengan prinsipnya. Ia berpikir, ia akan menghianati perjuangan orang tua jika mengikuti perasaannya dan menjalin hubungan khusus dengan seorang wanita atau pacaran seperti teman-teman yang lain. Orang tua bekerja keras membiayai hidupnya, namun ia bersenang-senang di atas kerja keras orang tua, itu yang sangat dihindari Amar.
Alasan kedua, karena apa yang Amar dapatkan dalam kajian-kajian di SKI, ia makin paham bahwa pacaran itu salah satu jalan mendekati perzinaan, sehingga merupakan perbuatan yang keji alias haram. Dari kedua alasan itu, Amar mantap untuk menyimpan semua kekaguman dan kerinduannya pada Eva hanya dalam hati dan diamnya. Dia sadar itu tidak dapat dihindari sebagai manusia normal, tidak perlu pula dihilangkan, hanya cukup dijaga agar tidak mengganggu dan merusak amalnya. Begitu hasil pemikiran Amar.
Selesai perkuliahan, Amar hendak pulang, saat ia melihat dari kejauhan Eva berjalan dengan seorang mahasiswa. Amar agak terkejut, jarang selama ini, ia melihatnya bersama laki-laki. Itu pula yang membuatnya kagum. Amar memperhatikan dari jauh, mereka berjalan sambil berbincang. Mahasiswa itu berambut sedikit gondrong, dan pada akhirnya Amar sadar, pemuda itu salah satu mahasiswa jurusan kimia. Mereka satu kampus tentunya, karena ada empat jurusan di fakultas MIPA: matematika, fisika, kimia, dan biologi.
Pikiran Amar agak gamang, “apakah mereka pacaran?” Tapi dia baru melihatnya berdua hari itu. Ataukah karena Amar baru tahu saja?
Dan, karena rasa penasaran bercampur tak enak di dalam hatinya, Amar nekad membuntuti mereka. Sepertinya Eva dan mahasiswa itu berjalan menuju keluar kampus, karena mereka mengarah ke gerbang kampus bagian belakang. Sepanjang perjalanan, mereka berjalan santai berdampingan dan sesekali tampak berbincang. Eva banyak tersenyum dengan gayanya yang khas. Tampak saat Eva mengarahkan wajah ke arah teman berjalannya itu. Amar terus membuntutinya sambil menjaga jarak.
“Mau kemana mereka? Apakah dia pacar Eva?” pertanyaan itu sedikit mengganggu Amar.
Bersambung ....
#BismillahLulus
#Tantangan7&8
#onedayonepost
#ODOPbatch5
Aamiin, semoga semuanya lulus ya.
ReplyDeleteLanjutkan mbak, penasaran nih ^_^
Semangat nyerbung...
Semangat lulus...
Aamiin... makasih semangatnya mba Nia
DeleteCerotanya nih keren bnget
ReplyDeleteMungkin senasib sama Amar ya
DeleteEva bikin penasaran aja, sama siapa sih?
ReplyDeletex-)
DeleteWah wah wah 😅 lanjut mba
ReplyDelete:)
DeleteWaduh,, sabar ammar.. mungkin dia saudaranya.. 😂
ReplyDeleteLanjut bu guru...
Siapa ya enaknya
Deletehayooo mau kemana tuh si Eva?
ReplyDeleteMau ke ....
Deletelagi asyik baca... malah bersambung. hihihiii,,,
ReplyDeletelanjutkan mb Desi....
Masih cari lanjutannya nih mba Arin
DeleteHayo loh... sama siapa itu 😅
ReplyDeleteJadi inget kampus saya mbak 😆 Udah kayak pesantren juga... hehehe
Tempat idealisme yg sedang tumbuh subur
Delete