Amar masih berjalan mengikuti, saat mereka berdua sampai di gerbang kampus. Di luar gerbang mereka berhenti, dan tampak berbincang. Amar risau, kalau mereka berhenti di situ, mau kemana dia melangkah. Akhirnya Amar melambatkan langkahnya. Beruntung, tepat saat Amar sampai di gerbang, mereka berdua menyeberang jalan, dan masuk sebuah jalan perumahan. Amar membaca di jalan masuk, namanya Jalan Kutilang. Berjalan sekitar 300 meter dari jalan masuk gang, mereka berhenti lagi. Kali ini di depan rumah bercat putih berpagar hitam, Eva membuka pintu pagar, sementara pemuda itu berbalik arah. Amar berpapasan dengannya, dan sempat tersenyum tipis, karena si anak kimia itu juga menatapnya.

https://goo.gl/images/bTs9LT

Merasa tak mungkin ikut berbalik, Amar berjalan lurus untuk menghilangkan kemungkinan mencurigakan. Eva sudah tak tampak di depan rumahnya. Setidaknya dia tahu pemuda itu hanya mengantar Eva ke kostnya, dan jadi tahu juga tempat tinggal Eva. Meskipun rasa tak enak hati masih tersisa, penasaran apa hubungan mereka. Dia terus berjalan, hingga menemukan papan nama sebuah Masjid. Amar masuk untuk melepas kebingungan mau berjalan kemana. Saat duduk di serambi menikmati sejuknya masjid sambil iseng membuka handphone, seseorang menghampirinya.

“Mas Amar, kan?” sebuah suara menyapa.

Amar menoleh ke arah suara, dan senyum segera membalas pertanyaan tadi. Amar mengenalnya, dia Satrio, adik tingkatnya dan teman sekelas Eva. Mereka berjabat tangan, khas kebiasaan anak-anak SKI kalau bertemu.

Kenapa semua serasa serba kebetulan, di sini ketemu teman Eva,” batin Amar.

“Mas Amar dari mana?”

Amar tiba-tiba bingung, “mau jawab apa nih?

Pingin jalan aja tadi, aku dengar ada pesantren di daerah sini.”

“Ini dia Mas, pesantrennya.”

“Ooh ….” Amar berekspresi bengong.

“Jadi kamu tinggal di pesantren, ya.”

Akhirnya Amar dan Satrio mengobrol ngalor-ngidul tentang pesantren, kampus dan pernak-perniknya. Sebetulnya Amar merasa ingin menanyakan perihal Eva kepada Satrio, tapi tak kuasa diungkapkan. Amar merasa malu kalau adik tingkatnya itu tahu perasaannya tentang Eva. Obrolan mereka berakhir hingga menjelang adzan ashar. Satrio bersiap menjadi muadzin. Amar pulang setelah shalat berjamaah di masjid itu.

Saat berjalan pulang, Amar melewati rumah dimana Eva tadi masuk. Dan, serasa kebetulan lagi, pintu pagar terbuka, dan yang keluar adalah Eva bersama seorang temannya. Amar dan Eva sempat berpapasan mata, dan seperti biasa ada senyum tipis malu-malu di wajah Eva.

Astaghfirullaah ….” Amar menahan rasa gemuruh dalam hatinya. Beberapa kali sudah momen itu terjadi antara Amar dan Eva. Hanya senyum tipis tanpa kata. Amar merasa bersalah, namun jujur ia belum bisa seperti Rama yang selalu menjaga pandangannya. Godzul bashar, katanya. Dia mempercepat langkahnya, alih-alih mengurangi rasa bersalah. Ia harus segera balik ke kampus, karena motor bututnya masih ada di tempat parkir. Selama perjalanan sendiri ke kampus, ia berpikir, “mungkinkah aku menghilangkan rasa ini?


Bersambung ….

#BismillahLulus
#onedayonepost
#ODOPbatch5

13 comments:

  1. Kalo kata temen2 ku, ammar bisa disebut "gondol baskom" krn blm bisa godzul bashar.. 😂
    Next bu guru..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaa ... gondol baskom itu ada kepanjangannya?

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Fighting Amar... ^_^
    Lanjut bu guru, #cerbungnyaya ;-)

    ReplyDelete
  4. Cieee.
    Aku kok jadi cemburu sama si Amar y

    ReplyDelete
  5. Hayo... mungkin nggak ya 😆

    Semangat mbaaak 👍👍👍

    ReplyDelete
  6. Amar pilih halalkan atau lupakan ya?hmmm

    ReplyDelete

 
Diary Guru © 2016 | Contact Us +6281567814148 | Order Template di Sangpengajar
Top