Diary Guru

Legu Gam, Pesta Rakyat di Ternate

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr">
Hampir setiap kota di Indonesia, memiliki <i>event</i> tahunan yang bisa dikatakan sebagai ajang pesta rakyat. Misalnya, Sekaten di Solo dan Jogja, Jakarta Fair, dan ada juga <i>event</i> serupa di Ternate yang bernama Legu Gam. <br />
Legu Gam merupakan peringatan kelahiran Sultan Ternate, yang dirayakan hampir satu bulan yaitu dari pertengahan Maret sampai pertengahan April.</div>
<div dir="ltr">
<br />
Seperti pesta rakyat pada umumnya, dalam acara Legu Gam yang diadakan di Lapangan Salero dan seputar Pantai Dodoku Ali, ada berbagai stan dari mulai stan instansi atau satuan kerja, sampai UMKM berjajar memamerkan produk baik yang berupa jasa maupun barang.<br />
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxqhztCadzRyp_zoY9I65tl0FF3Yj5HhyJi5kb1GsRsxsPT7hIQUFrRoKgOdck634v4s37iGHD57dagDHd7koNGtB2IwKgW4raHBKhfNSyGOU_o0_zgHMZGU0hbWlX7Pyofr1ygogq9JnK/s1600/20180324_213226.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxqhztCadzRyp_zoY9I65tl0FF3Yj5HhyJi5kb1GsRsxsPT7hIQUFrRoKgOdck634v4s37iGHD57dagDHd7koNGtB2IwKgW4raHBKhfNSyGOU_o0_zgHMZGU0hbWlX7Pyofr1ygogq9JnK/s320/20180324_213226.jpg" width="320" /></a></div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Tahun ini, ada yang sedikit berbeda pada acara Legu Gam, yaitu stan-stan yang biasa berjajar di Lapangan Salero, dipindahkan ke halaman benteng Orange, dikarenakan adanya perbaikan dan pembangunan Lapangan Salero. </div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggVnMJHc-JwlAj_RvSiErUbvz7FWsYui8cMxVHH-zgYWeY9aZsXL96D3q_v1VPr_64Hnx16JaRWmDD1Hur4mCxrqWQhn5JrAvfTGsvWE_Jt_gj7rsDqg41J49nbjiK5wrvnxpgX23J1VSu/s1600/20180324_213015.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggVnMJHc-JwlAj_RvSiErUbvz7FWsYui8cMxVHH-zgYWeY9aZsXL96D3q_v1VPr_64Hnx16JaRWmDD1Hur4mCxrqWQhn5JrAvfTGsvWE_Jt_gj7rsDqg41J49nbjiK5wrvnxpgX23J1VSu/s320/20180324_213015.jpg" width="320" /></a></div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Salah satu yang menarik adalah adanya panggung besar yang menampilkan berbagai tarian atau lagu tradisional maupun lagu populer. Mereka yang tampil adalah wakil dari sekolah, SKPD, atau kelurahan. Setiap hari ada saja jadwal tampil di panggung Legu Gam. <br />
Dan setiap tahun, di puncak acara akan menampilkan konser musik dari penyanyi atau grup band dari Jakarta. <br />
Tahun ini, panitia akan menghadirkan grup band Lila dan Rif. Tahun lalu sempat terjadi kontroversi dan kekecewaan sebagian masyarakat, saat tampil duo dangdut yang berpenampilan kurang sopan. Semoga tampilan artis ibukota tahun ini jauh lebih baik, apalagi kalau melihat bintang tamunya yang tidak sering berkontroversi.</div>
<div dir="ltr">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxNPmvPgkyuszGucsIjZy4gx7hogDoEixMIbUP20scu0Amy2ky3_qTSII7Ds-72eve9kSZox4j4diYdBciEvJrLtOSQB-G7GJM1D58QyLSRzqHjKLPcl6snK44Em3AjHPTWvWnFnRdQmg3/s1600/20180324_213147.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxNPmvPgkyuszGucsIjZy4gx7hogDoEixMIbUP20scu0Amy2ky3_qTSII7Ds-72eve9kSZox4j4diYdBciEvJrLtOSQB-G7GJM1D58QyLSRzqHjKLPcl6snK44Em3AjHPTWvWnFnRdQmg3/s320/20180324_213147.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Ajang seperti ini memang menjadi kesempatan masyarakat berkumpul menikmati hiburan dan belanja murah.<br />
Orang tua terutama ibu-ibu, biasanya lebih senang menikmati kesempatan berbelanja. Banyak produk ditawarkan dengan harga yang relatif murah dibandingkan harga di toko maupun pasar. Harga Rp.100.000,00 untuk tiga barang di Ternate sudah termasuk harga murah. Mungkin di daerah lain, terutama di Jawa masih ada yang lebih murah lagi. Namun, masyarakat di sini sudah senang dengan harga 3 seratus itu.</div>
<div dir="ltr">
Sementara bagi anak-anak muda, Legu Gam bisa menjadi hiburan jalan-jalan bersama teman, dan menikmati tampilan musik maupun jajanan.<br />
Tidak ketinggalan juga bagi anak-anak, berbagai wahana instan seperti kora-kora, halilintar, sampai komedi putar juga bisa membahagiakan mereka.<br />
Lengkaplah Legu Gam sebagai ajang pesta rakyat yang memberikan ruang kebahagiaan keluarga di Ternate.</div>
<div dir="ltr">
Namun, satu hal yang disayangkan dari acara Legu Gam adalah, terutama bagi para guru, karena acara ini selalu digelar bertepatan dengan masa ujian sekolah maupun ujian nasional. Bagaimanapun, tetap saja ada siswa peserta ujian yang lebih tertarik menikmati malam di acara Legu Gam. Alih-alih belajar mempersiapkan ujian, mereka santai saja tanpa rasa bersalah. <br />
Mungkin, panitia penyelenggara harus lebih peka dengan nasib pendidikan para penerus bangsa. Karena waktu penyelenggaraan benar-benar tepat masa ujian jenjang SMA, yaitu Maret-April.<br />
<br />
#Onedayonepost<br />
#ODOPbatch5</div>
</div>

Legu Gam, Pesta Rakyat di Ternate

Hampir setiap kota di Indonesia, memiliki event tahunan yang bisa dikatakan sebagai ajang pesta rakyat. Misalnya, Sekaten di Solo dan Jogja, Jakarta Fair, dan ada juga event serupa di Ternate yang bernama Legu Gam. Legu Gam merupakan peringatan kelahiran Sultan Ternate, yang dirayakan hampir satu …

Mar 30, 2018

TEKA-TEKI SILANG

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Klik salah satu lajur mendatar atau menurun untuk menjawab TTS. Pertanyaan akan muncul setelah kotak dipilih.<br />
Untuk mengecek jawaban, bisa tekan tombol <span style="background-color: blue;"><span style="color: white;">check puzzle</span></span> di bagian bawah.<br />
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span id="fullpost">

<html xmlns="http://www.w3.org/1999/xhtml"><head>
<title>TTS Trigonometri</title>

body, h1, h2, h3, h4, h5, h6
{
 font-family: "Segoe UI", "Franklin Gothic Medium", "Arial", sans-serif;
}

h1, h2, h3, h4, h5, h6
{
 color: #5d6a86;
}

body
{
 cursor: default;
 font-size: small;
}

.ecw-answerbox
{
 color: black;
 background-color: #FFFAF0;
 border-color: #808080;
 border-style: solid;
 border-width: 1px;
 display: block;
 padding: .75em;
 width: 240pt;
}

.ecw-box
{
 border-style: solid;
 border-width: 1pt;
 cursor: pointer;
 font-size: .12in;
 font-weight: bold;
 height: .18in;
 overflow: hidden;
 text-align: center;
 width: .18in;
}

.ecw-boxcheated_sel
{
 background-color: #FFF1D7;
 border-color: #C00000;
 color: #2080D0;
}

.ecw-boxcheated_unsel
{
 background-color: #ffffff;
 border-color: #606060;
 color: #2080D0;
}

.ecw-boxerror_sel
{
 background-color: #FFF1D7;
 border-color: #C00000;
 color: #BF0000;
}

.ecw-boxerror_unsel
{
 background-color: #FFF0F0;
 border-color: #606060;
 color: #BF0000;
}

.ecw-boxnormal_sel
{
 background-color: #FFF1D7;
 border-color: #C00000;
 color: #000000;
}

.ecw-boxnormal_unsel
{
 background-color: #ffffff;
 border-color: #606060;
 color: #000000;
}

.ecw-button
{
 width: 64pt;
}

.ecw-cluebox
{
 border-bottom-width: 1px;
 border-color: #c0c0c0;
 border-left-width: 0px;
 border-right-width: 0px;
 border-style: solid;
 border-top-width: 1px;
 margin-top: 1em;
 padding-bottom: .5em;
 padding-left: 0pt;
 padding-right: 0pt;
 padding-top: .5em;
}

.ecw-crosswordarea
{
 background-color: #D0D8E0;
 border-color: #808080;
 border-style: solid;
 border-width: 2px;
 padding: .5em;
 font-family: "Segoe UI", "Verdana", "Arial", sans-serif;
 font-size: small;
}

.ecw-copyright
{
 margin-bottom: 1em;
 font-size: x-small;
 font-family: "Segoe UI", "Franklin Gothic Medium", "Arial", sans-serif;
}

.ecw-input
{
 font-family: "Segoe UI", "Verdana", "Arial", sans-serif;
}

.ecw-wordlabel
{
 text-transform: uppercase;
 margin: 0;
}

.ecw-wordinfo
{
 font-size: 8pt;
 color: #808080;
}

.ecw-worderror
{
 color: #c00000;
 font-weight: bold;
 display: none;
 margin-top: 1em;
}

--></style>

</head><body>

<h1>
TTS Trigonometri</h1>
<h3 style="margin-top: -1em;">
Desi Kusnendari</h3>
<div class="ecw-answerbox" id="waitmessage">
 This interactive crossword puzzle requires JavaScript and any 
 recent web browser, including Windows Internet Explorer, Mozilla Firefox, Google Chrome, or 
 Apple Safari.  If you have disabled web page scripting, please re-enable it and refresh
 the page.  If this web page is saved on your computer, you may need to click the yellow Information Bar at the top or bottom of
 the page to allow the puzzle to load.
</div>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tr>

// EclipseCrossword (C) Copyright 2000-2013 Green Eclipse.
// The puzzle itself remains the property of its creator. Do not remove this copyright notice.

var BadChars = "`~!@^*()_={[}]\\|:;\"',<>/?";

var TableAcrossWord, TableDownWord;
var CurrentWord, PrevWordHorizontal, x, y, i, j;
var CrosswordFinished, Initialized;

// Check the user's browser and then initialize the puzzle.
if (document.getElementById("waitmessage") != null)
{
 document.getElementById("waitmessage").innerHTML = "Please wait while the crossword is loaded...";
 
 // Current game variables
 CurrentWord = -1;
 PrevWordHorizontal = false;
 
 // Create the cell-to-word arrays.
 TableAcrossWord = new Array(CrosswordWidth);
 for (var x = 0; x < CrosswordWidth; x++) TableAcrossWord[x] = new Array(CrosswordHeight);
 TableDownWord = new Array(CrosswordWidth);
 for (var x = 0; x < CrosswordWidth; x++) TableDownWord[x] = new Array(CrosswordHeight);
 for (var y = 0; y < CrosswordHeight; y++)
  for (var x = 0; x < CrosswordWidth; x++)
  {
   TableAcrossWord[x][y] = -1;
   TableDownWord[x][y] = -1;
  }
 
 // First, add the horizontal words to the puzzle.
 for (var i = 0; i <= LastHorizontalWord; i++)
 {
  x = WordX[i];
  y = WordY[i];
  for (var j = 0; j < WordLength[i]; j++)
  {
   TableAcrossWord[x + j][y] = i;
  }
 }
 
 // Second, add the vertical words to the puzzle.
 for (var i = LastHorizontalWord + 1; i < Words; i++)
 {
  x = WordX[i];
  y = WordY[i];
  for (var j = 0; j < WordLength[i]; j++)
  {
   TableDownWord[x][y + j] = i;
  }
 }
 
 // Now, insert the crossword table.
 document.writeln("<table id=\"crossword\" cellpadding=\"0\" cellspacing=\"0\" style=\"display: none; border-collapse: collapse;\">");
 for (var y = 0; y < CrosswordHeight; y++)
 {
  document.writeln("<tr>");
  for (var x = 0; x < CrosswordWidth; x++)
  {
   if (TableAcrossWord[x][y] >= 0 || TableDownWord[x][y] >= 0)
    document.write("<td id=\"c" + PadNumber(x) + PadNumber(y) + "\" class=\"ecw-box ecw-boxnormal_unsel\" onclick=\"SelectThisWord(event);\"> </td>");
   else
    document.write("<td><\/td>");
  }
  document.writeln("<\/tr>");
 }
 document.writeln("<\/table>");
 
 // Finally, show the crossword and hide the wait message.
 Initialized = true;
 document.getElementById("waitmessage").style.display = "none";
 document.getElementById("crossword").style.display = "block";
}

// * * * * * * * * * *
// Event handlers

// Raised when a key is pressed in the word entry box.
function WordEntryKeyPress(event)
{
 if (CrosswordFinished) return;
 // Treat an Enter keypress as an OK click.
 if (CurrentWord >= 0 && event.keyCode == 13) OKClick();
}

// * * * * * * * * * *
// Helper functions

// Called when we're ready to start the crossword.
function BeginCrossword()
{
 if (Initialized)
 {
  document.getElementById("welcomemessage").style.display = "";
  document.getElementById("checkbutton").style.display = "";
 }
}

// Returns true if the string passed in contains any characters prone to evil.
function ContainsBadChars(theirWord)
{
 for (var i = 0; i < theirWord.length; i++)
  if (BadChars.indexOf(theirWord.charAt(i)) >= 0) return true;
 return false;
}

// Pads a number out to three characters.
function PadNumber(number)
{
 if (number < 10)
  return "00" + number;
 else if (number < 100)
  return "0" + number;
 else
  return "" +  number;
}

// Returns the table cell at a particular pair of coordinates.
function CellAt(x, y)
{
 return document.getElementById("c" + PadNumber(x) + PadNumber(y));
}

// Deselects the current word, if there's a word selected.  DOES not change the value of CurrentWord.
function DeselectCurrentWord()
{
 if (CurrentWord < 0) return;
 var x, y, i;
 
 document.getElementById("answerbox").style.display = "none";
 ChangeCurrentWordSelectedStyle(false);
 CurrentWord = -1;
 
}

// Changes the style of the cells in the current word.
function ChangeWordStyle(WordNumber, NewStyle)
{
 if (WordNumber< 0) return;
 var x = WordX[WordNumber];
 var y = WordY[WordNumber];
 
 if (WordNumber<= LastHorizontalWord)
  for (i = 0; i < WordLength[WordNumber]; i++)
   CellAt(x + i, y).className = NewStyle;
 else
  for (i = 0; i < WordLength[WordNumber]; i++)
   CellAt(x, y + i).className = NewStyle;
}

// Changes the style of the cells in the current word between the selected/unselected form.
function ChangeCurrentWordSelectedStyle(IsSelected)
{
 if (CurrentWord < 0) return;
 var x = WordX[CurrentWord];
 var y = WordY[CurrentWord];
 
 if (CurrentWord <= LastHorizontalWord)
  for (i = 0; i < WordLength[CurrentWord]; i++)
   CellAt(x + i, y).className = CellAt(x + i, y).className.replace(IsSelected ? "_unsel" : "_sel", IsSelected ? "_sel" : "_unsel");
 else
  for (i = 0; i < WordLength[CurrentWord]; i++)
   CellAt(x, y + i).className = CellAt(x, y + i).className.replace(IsSelected ? "_unsel" : "_sel", IsSelected ? "_sel" : "_unsel");
}

// Selects the new word by parsing the name of the TD element referenced by the 
// event object, and then applying styles as necessary.
function SelectThisWord(event)
{
 if (CrosswordFinished) return;
 var x, y, i, TheirWord, TableCell;
 
 // Deselect the previous word if one was selected.
 document.getElementById("welcomemessage").style.display = "none";
 if (CurrentWord >= 0) OKClick();
 DeselectCurrentWord();
 
 // Determine the coordinates of the cell they clicked, and then the word that
 // they clicked.
 var target = (event.srcElement ? event.srcElement: event.target);
 x = parseInt(target.id.substring(1, 4), 10);
 y = parseInt(target.id.substring(4, 7), 10);
 
 // If they clicked an intersection, choose the type of word that was NOT selected last time.
 if (TableAcrossWord[x][y] >= 0 && TableDownWord[x][y] >= 0)
  CurrentWord = PrevWordHorizontal ? TableDownWord[x][y] : TableAcrossWord[x][y];
 else if (TableAcrossWord[x][y] >= 0)
  CurrentWord = TableAcrossWord[x][y];
 else if (TableDownWord[x][y] >= 0)
  CurrentWord = TableDownWord[x][y];

PrevWordHorizontal = (CurrentWord <= LastHorizontalWord);
 
 // Now, change the style of the cells in this word.
 ChangeCurrentWordSelectedStyle(true);
 
 // Then, prepare the answer box.
 x = WordX[CurrentWord];
 y = WordY[CurrentWord];
 TheirWord = "";
 var TheirWordLength = 0;
 for (i = 0; i < WordLength[CurrentWord]; i++)
 {
  // Find the appropriate table cell.
  if (CurrentWord <= LastHorizontalWord)
   TableCell = CellAt(x + i, y);
  else
   TableCell = CellAt(x, y + i);
  // Add its contents to the word we're building.
  if (TableCell.innerHTML != null && TableCell.innerHTML.length > 0 && TableCell.innerHTML != " " && TableCell.innerHTML.toLowerCase() != " ")
  {
   TheirWord += TableCell.innerHTML.toUpperCase();
   TheirWordLength++;
  }
  else
  {
   TheirWord += "•";
  }
 }
 
 document.getElementById("wordlabel").innerHTML = TheirWord;
 document.getElementById("wordinfo").innerHTML = ((CurrentWord <= LastHorizontalWord) ? "Across, " : "Down, ") + WordLength[CurrentWord] + " letters.";
 document.getElementById("wordclue").innerHTML = Clue[CurrentWord];
 document.getElementById("worderror").style.display = "none";
 document.getElementById("cheatbutton").style.display = (Word.length == 0) ? "none" : "";
 if (TheirWordLength == WordLength[CurrentWord])
  document.getElementById("wordentry").value = TheirWord.replace(/&/g, '&');
 else
  document.getElementById("wordentry").value = "";
 
 // Finally, show the answer box.
 document.getElementById("answerbox").style.display = "block";
 try
 {
  document.getElementById("wordentry").focus();
  document.getElementById("wordentry").select();
 }
 catch (e)
 {
 }
 
}

// Called when the user clicks the OK link.
function OKClick()
{
 var TheirWord, x, y, i, TableCell;
 if (CrosswordFinished) return;
 if (document.getElementById("okbutton").disabled) return;
 
 // First, validate the entry.
 TheirWord = document.getElementById("wordentry").value.toUpperCase();
 if (TheirWord.length == 0)
 {
  DeselectCurrentWord();
  return;
 }
 if (ContainsBadChars(TheirWord))
 {
  document.getElementById("worderror").innerHTML = "The word that you typed contains invalid characters.  Please type only letters in the box above.";
  document.getElementById("worderror").style.display = "block";
  return;
 }
 if (TheirWord.length < WordLength[CurrentWord])
 {
  document.getElementById("worderror").innerHTML  = "You did not type enough letters.  This word has " + WordLength[CurrentWord] + " letters.";
  document.getElementById("worderror").style.display = "block";
  return;
 }
 if (TheirWord.length > WordLength[CurrentWord])
 {
  document.getElementById("worderror").innerHTML = "You typed too many letters.  This word has " + WordLength[CurrentWord] + " letters.";
  document.getElementById("worderror").style.display = "block";
  return;
 }
 
 // If we made it this far, they typed an acceptable word, so add these letters to the puzzle and hide the entry box.
 x = WordX[CurrentWord];
 y = WordY[CurrentWord];
 for (i = 0; i < TheirWord.length; i++)
 {
  TableCell = CellAt(x + (CurrentWord <= LastHorizontalWord ? i : 0), y + (CurrentWord > LastHorizontalWord ? i : 0));
  TableCell.innerHTML = TheirWord.substring(i, i + 1);
 }
 DeselectCurrentWord();
}

// Called when the "check puzzle" link is clicked.
function CheckClick()
{
 var i, j, x, y, UserEntry, ErrorsFound = 0, EmptyFound = 0, TableCell;
 if (CrosswordFinished) return;
 DeselectCurrentWord();
 
 for (y = 0; y < CrosswordHeight; y++)
 for (x = 0; x < CrosswordWidth; x++)
  if (TableAcrossWord[x][y] >= 0 || TableDownWord[x][y] >= 0)
  {
   TableCell = CellAt(x, y);
   if (TableCell.className == "ecw-box ecw-boxerror_unsel") TableCell.className = "ecw-box ecw-boxnormal_unsel";
  }
  
 for (i = 0; i < Words; i++)
 {
  // Get the user's entry for this word.
  UserEntry = "";
  for (j = 0; j < WordLength[i]; j++)
  {
   if (i <= LastHorizontalWord)
    TableCell = CellAt(WordX[i] + j, WordY[i]);
   else
    TableCell = CellAt(WordX[i], WordY[i] + j);
   if (TableCell.innerHTML.length > 0 && TableCell.innerHTML.toLowerCase() != " ")
   {
    UserEntry += TableCell.innerHTML.toUpperCase();
   }
   else
   {
    UserEntry = "";
    EmptyFound++;
    break;
   }
  }
  UserEntry = UserEntry.replace(/&/g, '&');
  // If this word doesn't match, it's an error.
  if (HashWord(UserEntry) != AnswerHash[i] && UserEntry.length > 0)
  {
   ErrorsFound++;
   ChangeWordStyle(i, "ecw-box ecw-boxerror_unsel");
  }
 }
 
 // If they can only check once, disable things prematurely.
 if ( OnlyCheckOnce )
 {
  CrosswordFinished = true;
  document.getElementById("checkbutton").style.display = "none";
 }
 
 // If errors were found, just exit now.
 if (ErrorsFound > 0 && EmptyFound > 0)
  document.getElementById("welcomemessage").innerHTML = ErrorsFound + (ErrorsFound > 1 ? " errors" : " error") + " and " + EmptyFound + (EmptyFound > 1 ? " incomplete words were" : " incomplete word was") + " found.";
 else if (ErrorsFound > 0)
  document.getElementById("welcomemessage").innerHTML = ErrorsFound + (ErrorsFound > 1 ? " errors were" : " error was") + " found.";
 else if (EmptyFound > 0)
  document.getElementById("welcomemessage").innerHTML = "No errors were found, but " + EmptyFound + (EmptyFound > 1 ? " incomplete words were" : " incomplete word was") + " found.";
 
 if (ErrorsFound + EmptyFound > 0)
 {
  document.getElementById("welcomemessage").style.display = "";
  return;
 }
   
 // They finished the puzzle!
 CrosswordFinished = true;
 document.getElementById("checkbutton").style.display = "none";
 document.getElementById("congratulations").style.display = "block";
 document.getElementById("welcomemessage").style.display = "none";
}

// Called when the "cheat" link is clicked.
function CheatClick()
{
 if (CrosswordFinished) return;
 var OldWord = CurrentWord;
 document.getElementById("wordentry").value = Word[CurrentWord];
 OKClick();
 ChangeWordStyle(OldWord, "ecw-box ecw-boxcheated_unsel");
}

// Returns a one-way hash for a word.
function HashWord(Word)
{
 var x = (Word.charCodeAt(0) * 719) % 1138;
 var Hash = 837;
 var i;
 for (i = 1; i <= Word.length; i++)
  Hash = (Hash * i + 5 + (Word.charCodeAt(i - 1) - 64) * x) % 98503;
 return Hash;
}

//-->
</script>

</td>

<div class="ecw-copyright">
 <a href="http://www.eclipsecrossword.com/" onclick="this.target='_blank'" style="font-weight: bold;">EclipseCrossword</a> © 2000-2013
</div>
<div class="ecw-answerbox" id="welcomemessage" style="display: none;">
<h3>
Welcome!</h3>
Click a word in the puzzle to get started.<br />

</div>
<div class="ecw-answerbox" id="answerbox" style="display: none;">
<h3 class="ecw-wordlabel" id="wordlabel">
  </h3>
<div class="ecw-wordinfo" id="wordinfo">
 </div>
<div class="ecw-cluebox" id="wordclue">
 </div>
<div style="margin-top: 1em;">
 <input class="ecw-input" id="wordentry" onchange="WordEntryKeyPress(event)" onkeypress="WordEntryKeyPress(event)" size="24" style="font-weight: bold; text-transform: uppercase;" type="text" />
</div>
<div class="ecw-worderror" id="worderror">
</div>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="margin-top: 1em; width: 100%px;"><tbody>
<tr><td>
<button class="ecw-input ecw-button" id="cheatbutton" onclick="CheatClick();" type="button">Solve</button>
</td><td align="right">
<button class="ecw-input ecw-button" id="okbutton" onclick="OKClick();" style="font-weight: bold;" type="button">OK</button>  
<button class="ecw-input ecw-button" id="cancelbutton" onclick="DeselectCurrentWord();" type="button">Cancel</button>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
<div class="ecw-answerbox" id="congratulations" style="display: none;">
<h3>
Congratulations!</h3>
You have completed this <a href="http://www.eclipsecrossword.com/" style="color: black; text-decoration: none;">crossword puzzle</a>.
<br />

If you would like to be able to create interactive
<a href="http://www.eclipsecrossword.com/" style="color: black; text-decoration: none;">crosswords</a>
like this yourself, get <a href="http://www.eclipsecrossword.com/" onclick="this.target='_blank'">EclipseCrossword</a>
from Green Eclipse—it's free!
<br />

</div>
</td></tr>
</table>
<div style="margin-top: 1em;">
 <button id="checkbutton" onclick="CheckClick();" style="display: none;" type="button">Check puzzle</button>
</div>
<script type="text/javascript">
</script>

</body></html>

</span></div>
</div>

TEKA-TEKI SILANG

Klik salah satu lajur mendatar atau menurun untuk menjawab TTS. Pertanyaan akan muncul setelah kotak dipilih. Untuk mengecek jawaban, bisa tekan tombol check puzzle di bagian bawah. TTS Trigonometri

Mar 25, 2018

Pepes Ikan Tanpa Daun Pisang

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Pepes adalah jenis masakan yang identik dengan makanan Sunda. Karena biasanya, orang Sunda lah yang banyak memasak dengan cara memepes. Pada umumnya, pepes adalah hasil masakan yang dilakukan dengan cara mengukus bahan, yang sebelumnya dibungkus dengan daun. Daun yang paling sering digunakan untuk memepes adalah daun pisang, namun tidak selalu, ada juga yang lain misalnya daun jati, daun keladi, daun singkong, atau daun bambu. <br />
<br />
Bagi saya yang tidak mempunyai pekarangan rumah, daun-daun tersebut menjadi sedikit kendala saat memepes. Karena harus membelinya di pasar, atau meminta pada orang yang memiliki pohonnya. Alasan itu yang seringkali membuat saya mengurungkan niat untuk memepes. Padahal pepes sebetulnya salah satu masakan favorit dan merupakan cara memasak yang relatif lebih sehat. Karena, memepes mengurangi penggunaan minyak dalam masakan. <br />
<br />
Nah, bagi yang mengalami kendala seperti saya, kali ini saya ingin berbagi alternatif memepes tanpa direpotkan dengan pencarian daun pisang atau kerepotan membungkus yang kadang juga jadi kesulitan tersendiri bagi sebagian orang. Saya terinspirasi dari cara memasak orang Ternate dan sekitarnya, yaitu saat membuat ikan masak kering kayu namanya. Mereka merebus ikan dengan memisahkan lapisan-lapisan menggunakan daun kunyit. <br />
<br />
Jadi, pepes yang saya buat ini adalah pepes ikan dengan daun kunyit sebagai pengganti daun pisang. Daun kunyit biasanya dijual bersama rempah daun, atau juga merupakan empon-empon yang ditanam di pot-pot. <br />
<br />
Langsung saja ya ..., begini caranya: <br />
<br />
Setelah ikan dibersihkan dan dicuci, lumuri dengan air lemon dan garam. <br />
<br />
Sementara itu, siapkan bumbu-bumbu yang dihaluskan yaitu: bawang merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, cabe merah, dan kemiri. Sebagai perasa, tambahkan garam, gula pasir, dan penyedap jika suka. Sesuaikan porsi garam dengan memperhatikan jumlah yang ditabur pada saat melumuri ikan. <br />
<br />
Siapkan pula rempah daun yaitu daun kunyit, daun jeruk, sereh, dan daun kemangi. Bisa juga ditambahkan irisan tomat atau belimbing sayur bagi yang suka lebih asam. <br />
<br />
Setelah semua siap, susun di atas wajan/belanga: daun kunyit sebagai alas, susun rapi ikan, bumbu halus, tabur rempah daun, tomat atau belimbing sayur, tutup kembali dengan daun kunyit. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8juR8HZKfXuX4IbkM9RQbquqX3lHdCTUauUnvvWQ3uYNI5R1WaYsOKFoTwfvUa1YNtCOOgqYIU2_wp5G0ofoVW16MIgujB7pemtUkYY-oqa20hgUUW70SSBbBJxJTKFONlEqW87n0K8_P/s1600/20180318_130305.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8juR8HZKfXuX4IbkM9RQbquqX3lHdCTUauUnvvWQ3uYNI5R1WaYsOKFoTwfvUa1YNtCOOgqYIU2_wp5G0ofoVW16MIgujB7pemtUkYY-oqa20hgUUW70SSBbBJxJTKFONlEqW87n0K8_P/s320/20180318_130305.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Jangan lupa tuang air secukupnya, kira-kira bisa mematangkan ikan. Selanjutnya tutup dan rebus dengan api sedang sampai air mengering. Sebelum air kering, koreksi dulu rasanya. <br />
<br />
Dan hasilnya, tidak kalah nikmat dengan pepes yang dibungkus daun pisang. Aroma daun kunyit dan rempah lainnya segar dan menggugah selera. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis89LFnDzYwGWLUNz3DC9EGNFGmtLQ4TU07-nCz6G7HkrK_cS21PW5wCSEvJ2wA5EwzRrRAHTPbmkfSKRZ1kiAWHhbuQwuPf9G_O3_Fm6nnHYsgwsgK8a8YBh6oOTnsnxKX41TH_ASs1CI/s1600/20180318_133112.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis89LFnDzYwGWLUNz3DC9EGNFGmtLQ4TU07-nCz6G7HkrK_cS21PW5wCSEvJ2wA5EwzRrRAHTPbmkfSKRZ1kiAWHhbuQwuPf9G_O3_Fm6nnHYsgwsgK8a8YBh6oOTnsnxKX41TH_ASs1CI/s320/20180318_133112.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Praktis bukan? Jangan lupa dicoba ya …! <br />
<br />
<span id="fullpost">

</span><br />
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Pepes Ikan Tanpa Daun Pisang

Pepes adalah jenis masakan yang identik dengan makanan Sunda. Karena biasanya, orang Sunda lah yang banyak memasak dengan cara memepes. Pada umumnya, pepes adalah hasil masakan yang dilakukan dengan cara mengukus bahan, yang sebelumnya dibungkus dengan daun. Daun yang paling sering digunakan untuk …

Mar 23, 2018

Catatan di Penghujung ODOP

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Akhirnya, waktu 2 bulan telah terlewati sejak akhir Januari 2018. Kalau mau dibilang tidak terasa, rasanya tidak pas juga. Karena selama 8 pekan itu, merasa cukup terombang-ambing, jatuh bangun semangat dan energi untuk menyelesaikan semua kewajiban dan tantangan yang diberikan. <br />
<br />
Kewajibannya adalah ada postingan setiap hari, sedangkan tantangannya beragam dari pekan 1 sampai 8. Namun, yang sangat terasa adalah tantangan terakhir, yaitu tantangan pekan 7 & 8, membuat cerbung minimal 10 episode. <br />
<br />
Buat mereka yang <i>concern</i> dalam tulisan fiksi, sepertinya tantangan tersebut bukanlah masalah. Akan tetapi bagi peserta yang tidak terbiasa menulis fiksi seperti saya, sungguh menguras energi dan motivasi. Memulai episode 1 saja sudah membutuhkan waktu untuk mencari cerita yang kira-kira bisa dikembangkan sampai 10 episode. Kalau fiksi berupa cerpen sekali selesai, mungkin masih agak ringan, tapi kalau sampai 10 episode? <i>Big  NO</i> rasanya saat itu. <br />
<br />
Kata salah satu PJ Mars, Kang Dwi, waktu itu, “Tulis saja dulu premis-premisnya. Baru dikembangkan,” kira-kira begitu. Dari situ, oke lah. Saya coba menulis premis-premis untuk setiap episode yang akan diceritakan. Maka meski dengan terseok-seok, episode demi episode akhirnya terselesaikan juga. <i>Alhamdulillaah</i> … rasanya. Berasa <i>amazing</i> juga. Saya tidak berpikir tentang kelulusan ODOP, bisa memenuhi tantangan saya sendiri menambah postingan blog, sudah hal yang membahagiakan.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Dari pengalaman
menulis harian, tantangan, dan <i>blog walking</i> yang hampir setiap hari juga
dilakukan, ada beberapa hal yang menjadi catatan buat saya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">       </span></span><span lang="EN-US">Menurut saya, penulis fiksi adalah
orang-orang yang cerdas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<span lang="EN-US">Kalau menulis nonfiksi, ibaratnya
sudah ada bahan mentahnya, tinggal mengolah menjadi bahan jadi berupa tulisan. Tetapi,
untuk tulisan fiksi, penulis harus mencari dan menciptakan sendiri bahan
mentahnya. Hal itu tentu membutuhkan imajinasi dan pengetahuan serta pengalaman
yang tidak cukup hanya sedang-sedang saja. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNCuyNaBjfDo-M367QpZ4kI2SLuFMi44H_if1kCDGpQ2HK96zt4jpJ574BM38mTAXMkTso9pDyzJPSv4w8fsymd5sF7bHZumteBEENM8cJDJAvs7F4094BO-xWRnm5QFozxuxIcOyXGtP0/s1600/1_oa5bGmRi_TUNTj4VRDuN9Q.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1067" data-original-width="1600" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNCuyNaBjfDo-M367QpZ4kI2SLuFMi44H_if1kCDGpQ2HK96zt4jpJ574BM38mTAXMkTso9pDyzJPSv4w8fsymd5sF7bHZumteBEENM8cJDJAvs7F4094BO-xWRnm5QFozxuxIcOyXGtP0/s320/1_oa5bGmRi_TUNTj4VRDuN9Q.jpeg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari: medium.com</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<span lang="EN-US">Misalnya, cerita tentang seorang yang mengalami sindrom atau gangguan syaraf tertentu, pasti penulis harus banyak membaca tentang gejala dan akibat yang tampak pada penderita sehingga ceritanya menjadi masuk akal, secara medis maupun ilmiah. Bagi pembaca, ini juga bisa menjadi pengetahuan tersendiri.</span><br />
<span lang="EN-US">Ada lagi sci-fi yang menuntut pengetahuan teknologi canggih, tentu tidak semua orang bisa mengolahnya menjadi cerita fiksi. </span><br />
<span lang="EN-US">Merujuk pada pernyataan seorang penulis, Fahmy Arafat Daulay, film Hulk ternyata sangat sejalan dengan terapi kemarahan. Kemarahan akan mereda dengan belaian dan kasih sayang yang tulus, seperti Hulk yang akan kembali menjadi manusia normal jika bertemu kekasihnya yang menenangkannya. Dan itu tentu ditulis dengan pengkajian sebelumnya. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<span lang="EN-US"><br /></span>
<span lang="EN-US">Jadi, menurut saya
seorang penulis fiksi pastilah orang yang telah banyak sekali membaca, menonton,
atau mengalami. Dibutuhkan kecerdasan untuk membuat premis-premis dan
merangkainya sehingga menghasilkan cerita yang logis, tidak kontradiktif antara
kejadian satu dengan yang lain. Sampai di sini saya merasa salut pada para
penulis fiksi. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span>
<span lang="EN-US">Dan, buat saya menjadi masuk akal ketika seorang tokoh nasional menyampaikan sebuah pernyataan yang diambil dari sebuah novel. Karena banyak novel ditulis bukan sekedar khayalan atau imajinasi, apalagi penulisnya adalah seorang ahli strategi.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">       </span></span><span lang="EN-US">Menurut saya lagi, mereka
yang menguasai tulisan fiksi, ketika sudah menulis sebuah cerita, akan terasa
sangat mengasikkan, karena terasa seperti permainan, harus ada kejutan,
keberlanjutan, yang dikemas apik agar cerita menjadi menarik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">3.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">       </span></span><span lang="EN-US">Menurut saya sekali lagi, setelah membaca
tulisan dari banyak orang di dalam blognya masing-masing, sekali lagi menurut
saya, tulisan itu kadang bisa menggambarkan karakter penulisnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<span lang="EN-US">Jika grafologi
mempelajari karakter seseorang dari coretan tangannya, maka mungkin ada ilmu
yang membahas karakter seseorang dari hasil tulisannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<span lang="EN-US">Dari tulisan, kita bisa memperkirakan
dan merasakan emosi, sifat dasar, dan pandangan hidup dari penulisnya. Dengan memperhatikan
beberapa tulisan dari seseorang, menurut saya bisa diperkirakan kecenderungan karakter penulisnya seperti apa.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
#onedayonepost</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto;">
#ODOPbatch5</div>
<span id="fullpost">

</span></div>

Catatan di Penghujung ODOP

Akhirnya, waktu 2 bulan telah terlewati sejak akhir Januari 2018. Kalau mau dibilang tidak terasa, rasanya tidak pas juga. Karena selama 8 pekan itu, merasa cukup terombang-ambing, jatuh bangun semangat dan energi untuk menyelesaikan semua kewajiban dan tantangan yang diberikan. Kewajibannya adala…

Mar 19, 2018

Surganya Penikmat Ikan

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kalau jalan-jalan di Jogjakarta, sayang rasanya jika melewatkan kawasan Malioboro. Karena di sana adalah salah satu ikon Jogja bagi orang di luar kota istimewa itu. Bagi saya, suasana yang dirindukan dari Malioboro adalah lesehan dengan berbagai menu khas. <span id="fullpost">

</span><br />
<div>
<br /></div>
<div>
Di Ternate, ada juga kawasan kuliner yang menawarkan berbagai macam sajian. Mulai dari masakan Jawa sampai Sulawesi, berderet di pinggir pantai tepatnya di belakang sebuah mall. Kawasan ini lebih banyak menawarkan menu luar daerah, seperti nasi goreng, mie, bakso, soto Lamongan, coto Makassar, hingga konro. Namun, penduduk asli Ternate juga banyak yang menyukai masakan tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain itu, ada kawasan sejenis yang menyajikan menu khas daerah kepulauan yaitu ikan bakar. Kawasan ini berlokasi di dalam terminal kota, sehingga praktis hanya buka pada malam hari, saat angkutan umum tidak sebanyak siang hari. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bisa dikatakan, kawasan ini adalah surganya penyuka ikan segar. Bagaimana tidak, berbagai jenis ikan bisa ditemukan di sini. Dari ikan yang kecil, sampai ikan yang berukuran besar siap dipilih dan disantap. Untuk ikan dengan ukuran yang besar, biasanya sudah dipotong-potong ukuran satu porsi atau porsi keluarga. Pokoknya tinggal pilih sesuai ukuran dan selera, kemudian langsung dibakar.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhL2fA6mk9AtBoUoqrl5BHrJMPIodjIczkQNFbMeVNpkZyf9DVJ4rZwH9m7x3PCIyCYjs_cRTAOs86ZrTtCx6tUwNyRZ9Kd3BuRV3dGC1CeYITyIXd1-1eRw2ZyHOytsRQZ7VsGoSsMocix/s1600/20180316_201736.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhL2fA6mk9AtBoUoqrl5BHrJMPIodjIczkQNFbMeVNpkZyf9DVJ4rZwH9m7x3PCIyCYjs_cRTAOs86ZrTtCx6tUwNyRZ9Kd3BuRV3dGC1CeYITyIXd1-1eRw2ZyHOytsRQZ7VsGoSsMocix/s320/20180316_201736.jpg" width="320" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Diantara berbagai jenis ikan, yang paling enak dagingnya adalah goropa tikus. Setidaknya itu kata seorang penjual. Ada dua jenis goropa yaitu goropa merah dan goropa tikus. </div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgX05uVvFNJpTkgbyrnXTifN0-tjGqV2EoAjrxojXv-JFFlk_drfM2eV754pxhb1zysGMMZb9hMPuUJUKW3L98SRGC2vdXERLdWfw-NvMz08_KdC12-D8d79QZIFhHD0QMWyBka77TClMRo/s1600/20180316_201744.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgX05uVvFNJpTkgbyrnXTifN0-tjGqV2EoAjrxojXv-JFFlk_drfM2eV754pxhb1zysGMMZb9hMPuUJUKW3L98SRGC2vdXERLdWfw-NvMz08_KdC12-D8d79QZIFhHD0QMWyBka77TClMRo/s320/20180316_201744.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
"Ini goropa tikus," kata sang penjual.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Buat saya, nama yang kedua agak membuat geli, tapi bagi orang lain tentu hanyalah sekedar nama. Goropa merah berdaging tebal, lembut, tapi kenyal di luar atau bagian kulitnya. </div>
<div>
Kalau nama terkenalnya sih kerapu. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Nah, di daerah pantai di pulau Jawa, biasanya ikan bakar disantap dengan sambal yang diuleg. Namun, di daerah timur, termasuk Ternate, ada sejenis sambal yang pengolahannya bukan diuleg, melainkan hanya diiris-iris semua bahannya. Ada yang menyebutnya dabu-dabu iris, atau disebut juga colo-colo. Kalau kata dabu-dabu, di sini bisa dikatakan sebagai nama lain sambal. Sedangkan colo-colo adalah bahasa setempat yang artinya adalah celupan. Jadi colo-colo fungsinya sebagai pencelup ikan bakar.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikUIGvloT8GXCWiRMnqmS1JwklFrkd7X6KFEt2oQc_jFlrWX98wk2rXvUBMN9b1k1hPsLjIuv1WjIKYRm5t5JLqi5gl_YzkBYc11rPcBJlF7686CnyafgJXzoeSo66L6dMn9I3WsF5hJuw/s1600/20180316_220202.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikUIGvloT8GXCWiRMnqmS1JwklFrkd7X6KFEt2oQc_jFlrWX98wk2rXvUBMN9b1k1hPsLjIuv1WjIKYRm5t5JLqi5gl_YzkBYc11rPcBJlF7686CnyafgJXzoeSo66L6dMn9I3WsF5hJuw/s320/20180316_220202.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Ikan bakar dengan colo-colo</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bahan colo-colo, seperti sambal umumnya yaitu cabe, bawang merah, tomat, dan sedikit lain adalah lemon ikan dan daun kemangi. Bahan pemberi rasanya hanya garam, tanpa gula. Jadi rasanya, pedas, asin, asam. Sehingga memberi sensasi segar pada ikan bakar.<br />
Selain sambalnya yang khas, ikannya juga sedikit berbeda dengan masakan di pulau Jawa. Ikan bakar di sini, dimasak dengan bahan minimalis. Kalau di Jawa, ikan bakar diolesi bumbu lengkap.<br />
Ada dua pilihan yang biasanya ditanyakan pada pembeli, yaitu bakar biasa dan bakar rica. Bakar biasa hanya dioles minyak dan lemon garam. Sedangkan pilihan lain adalah bakar rica, dioles bumbu rica atau cabe dan bawang merah setelah setengah matang. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Orang Ternate, termasuk pengkonsumsi ikan dalam jumlah yang tidak sedikit. Bagi mereka, sehari tidak makan ikan, badan akan terasa lemas. Ikan menjadi kekuatan bagi mereka untuk beraktivitas. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya, yang sejak kecil tidak terbiasa makan ikan segar, setelah menyesuaikan kondisi, kadang kangen juga dengan ikan bakar di sini. Jika merasa badan kurang fit, biasanya saya akan menuju kawasan ikan bakar sebagai alternatif terapi. Setelah makan ikan bakar, badan yang lemas akan terasa lebih kuat. Sungguh ....</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya ikut berharap, ikan-ikan ini akan terus lestari di sini. Dan itu bisa terjadi jika eksploitasi bisa dihindari. Makanya tepat sudah, langkah terbaik untuk kapal pencuri ikan adalah: TENGGELAMKAN!! </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Edisi canggung habis nyerbung</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Surganya Penikmat Ikan

Kalau jalan-jalan di Jogjakarta, sayang rasanya jika melewatkan kawasan Malioboro. Karena di sana adalah salah satu ikon Jogja bagi orang di luar kota istimewa itu. Bagi saya, suasana yang dirindukan dari Malioboro adalah lesehan dengan berbagai menu khas. Di Ternate, ada juga kawasan kuliner yang…

Mar 16, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 10)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b><i>Sekitar dua tahun yang lalu ….</i></b><br />
<br />
Eva baru terbangun dari tidur siangnya, saat Dewi mengetuk pintu kamar dan memberi tahu kalau ada yang mencarinya. Ia segera tahu kalau yang mencari itu laki-laki, karena kalau perempuan biasanya sudah diantar ke depan kamar. Eva pun melengkapi pakaiannya sebelum menuju ruang tamu di depan. <br />
<br />
Di ruang tamu, Eva cukup kaget, tak biasanya Satrio datang menemuinya.  Satrio duduk bersama temannya. <br />
<br />
“Ada apa Sat?” Eva <i>to the point</i> bertanya setelah duduk. <br />
<br />
“Ini Va. Aku ada amanah yang harus kusampaikan.” <br />
<br />
“Amanah … apa maksudnya?” <br />
<br />
“Ada surat untukmu. Ini, aku hanya diminta mengantar saja.” Satrio menyodorkan sebuah amplop putih. <br />
<br />
Eva menerimanya dengan keheranan. Dia mencoba membolak-balik, tidak ada tulisan apapun di sampulnya. <br />
<br />
“Surat apa ini? Dari mana?” Eva bertanya dengan raut bingungnya. <br />
<br />
“Nanti kamu tahu setelah membaca.” Singkat jawaban Satrio sebelum meminta izin pulang. <br />
"Terima kasih, Sat. Sudah mengantarkan ini untukku." Eva bingung mau berkata apa.<br />
<br />
Eva hanya melongo sambil mengantar kepergian Satrio dan kawannya meninggalkan rumah kost, dengan pandangan matanya. <br />
<br />
Eva segera masuk ke kamarnya, dan membuka amplop putih tanpa nama itu. Pertama yang dicari adalah nama penulis. Matanya segera mencari bagian bawah surat, dan Eva terkejut saat menemukannya. <br />
<br />
“Kak Amar?” desisnya sendirian.<br />
<br />
Selanjutnya kata demi kata dibaca Eva dengan hati masih bertanya-tanya tak percaya. <br />
<br />
<br />
<b><i>Seminggu kemudian ….</i></b><br />
<br />
Eva tampak sudah lebih tenang, setelah beberapa hari merasa ada beban berat di kepalanya. Ia kini sudah membulatkan hatinya. <br />
<br />
“Jika kamu bersedia, aku akan datang ke orang tua setelah pulang dari Malaysia.” <br />
<br />
Kata-kata dalam surat itu yang membuat Eva serasa dihadapkan pada masalah besar. Namun, kini Eva telah menemukan jawabannya. <br />
<br />
“<i>Mas Seno yang telah menyanggupi tantanganku. Ia menunjukkan keseriusannya dengan datang kepada orang tua di Purwakarta. Jarak yang jauh, bahkan belum pernah ke sana, ia tempuh. Itu sudah menjadi bukti yang cukup dari kesungguhannya. Aku sudah tak ragu lagi</i>.” Eva meyakinkan dirinya sendiri. <br />
<br />
Eva teringat saat Seno, mahasiswa fakultas ekonomi yang tak disangka-sangka menyanggupi datang ke orang tua begitu Eva menantangnya. Saat itu Seno mulai menampakkan tanda-tanda mau menyampaikan perasaannya, dan dengan nekat Eva menantang. <br />
<br />
“Aku nggak mau pacaran, Mas. Kalau memang sungguh-sungguh, datang saja ke Purwakarta ketemu sama orang tuaku.” <br />
<br />
Dan seminggu setelahnya, mamah Eva menyampaikan kabar yang membuat Eva tercengang. <br />
<br />
“Ada temanmu datang, dia memperkenalkan diri, namanya Seno.” Kata mamah Eva dalam teleponnya. <br />
<br />
Sejak itu sudah mulai direncanakan kapan orang tua Seno akan berkunjung. Orang tua Eva tidak cukup alasan untuk menolak karena penampilan Seno yang meyakinkan, dan dia memang telah berpenghasilan sejak masih kuliah. Ia menjadi distributor batik dari Pasar Klewer ke beberapa daerah.<br />
Di mata Eva, Seno juga punya banyak kelebihan. Salah satunya kebaikan hati Seno, selalu menyantuni seorang kakek sebatang kara yang terpaksa mengemis di kampus. Seno tak segan membonceng kakek itu kalau kebetulan ia mau pulang. Beberapa kali Eva menyaksikan pemandangan itu tanpa sengaja, seolah Allah menunjukkannya.<br />
<br />
_____________________________________________<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwCDTIM868r5WDwKe9HhxK0IJLgcCcXa89UzeWzT-iABpJVFd8jsrphhV-BWzAtXDMNxe5h2tMhG-i4CRnuwetH84x3PRTi8VKiva_fdoEg1eSl5_uv4PZc51ibjuaIjORLjAutZbb4Oyt/s1600/download.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="168" data-original-width="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwCDTIM868r5WDwKe9HhxK0IJLgcCcXa89UzeWzT-iABpJVFd8jsrphhV-BWzAtXDMNxe5h2tMhG-i4CRnuwetH84x3PRTi8VKiva_fdoEg1eSl5_uv4PZc51ibjuaIjORLjAutZbb4Oyt/s1600/download.jpeg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari: imgur.com</div>
<br />
<br />
<b><i>Ending </i></b><br />
<br />
Amar pulang ke rumah kostnya dengan hati yang cukup hambar. Cerita Satrio di masjid tadi telah membuatnya sedikit tak menduga. Tapi bagi Amar, tidak mengejutkan juga, karena beberapa kali ia telah terbiasa dikejutkan oleh gadis itu. Mungkin, pernikahan adalah kejutan terakhir dari Eva untuknya. <br />
<br />
Di sisa ujung malam, Amar telah benar-benar tenang hatinya. Tak ada lagi terkejut dan kecewa. Ia telah benar-benar sadar bahwa jodohnya masih ada di depan sana. Ia sudah ikhlas dengan hatinya, setelah ia ceritakan semua kepada Pemilik-Nya. <br />
<br />
<br />
#BismillahLulus <span id="fullpost">

</span><br />
<div>
#Tantangan7&8</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 10)

Sekitar dua tahun yang lalu …. Eva baru terbangun dari tidur siangnya, saat Dewi mengetuk pintu kamar dan memberi tahu kalau ada yang mencarinya. Ia segera tahu kalau yang mencari itu laki-laki, karena kalau perempuan biasanya sudah diantar ke depan kamar. Eva pun melengkapi pakaiannya sebelum menu…

Mar 15, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 9)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<i><b>Sekitar dua tahun kemudian …. </b></i><br />
<i><b><br /></b></i>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrc1bnq5V-Xtq63xZCNuyiH36Kwmzao8PlrLosQhZ7_31dXUmYOWKyxZjjYbXwRi7KWJcQhI03YlVM-Q39tU0rcCPTCHJFlihyHwMAp3ev3eFV06ypbUJDbZAt5BW5nuSb6_UwjZ3nJzrP/s1600/images.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="314" data-original-width="469" height="214" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrc1bnq5V-Xtq63xZCNuyiH36Kwmzao8PlrLosQhZ7_31dXUmYOWKyxZjjYbXwRi7KWJcQhI03YlVM-Q39tU0rcCPTCHJFlihyHwMAp3ev3eFV06ypbUJDbZAt5BW5nuSb6_UwjZ3nJzrP/s320/images.jpeg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari: https://goo.gl/images/Rp8hEA</div>
<br />
Amar  berjalan dari tempat parkir motor menuju ruang dekanat. Matanya menyapu sekeliling, berharap menangkap wajah mahasiswa yang dikenalnya. Namun, tak menemukan wajah-wajah familiar. <br />
<br />
Setelah menyelesaikan urusannya di kampus, Amar memacu motornya ke arah belakang kampus. Dia menahan kecewa karena tak menemukan teman atau wajah yang dikenal sejak dia masuk kampus tadi. Hanya dosen-dosennya yang masih ada di kampus tercinta. <br />
<br />
Tak butuh waktu lama, Amar telah berada di Masjid Baiturrahman. Ia telah mengabari seseorang untuk bertemu di tempat itu. Sepanjang jalan sampai beranda masjid, membuat Amar mengingat suatu saat dimana ia pertama kali menuju ke tempat itu. Saat membuntuti seorang gadis yang berjalan dengan seorang temannya. Ingin tersenyum rasa hati Amar. <br />
<br />
Setelah dua rakaat Tahiyatul Masjid, Amar duduk sambil menunggu seseorang. Ia mengeluarkan HP dan mengabari orang yang ditunggunya. Tidak terlalu lama, seseorang pun menghampirinya. <br />
<br />
“Assalamu’alaikum!” Sapa orang itu dengan nada semangat. <br />
<br />
“Wa’alaikum salam warahmatullah,” Amar tak kalah semangat menjawabnya. <br />
<br />
Setelah bersalaman erat dan sedikit pelukan, mereka duduk lesehan di sudut masjid. <br />
<br />
“Gimana kabarnya orang Malaysia, nih Mas?” <br />
<br />
“Ah, kamu nih Sat.” <br />
<br />
Ya, lelaki yang ditemui Amar adalah Satrio yang masih tinggal di pesantren belakang kampus. <br />
<br />
“Jadi sudah selesai ya Mas, program belajarnya?” <br />
<br />
“Iya, dua tahun terasa sangat singkat kalau dijalani, ya.” <br />
<br />
Mereka terlibat pembicaraan yang cukup seru karena rindu lama tak bertemu. Dua tahun, Amar mengikuti program belajar di Malaysia. Dia lulus seleksi untuk mendapatkan beasiswa belajar yang dipersiapkan untuk memenuhi tenaga pengajar program D3 di kampus. Dan, kini Amar telah kembali. <br />
<br />
Amar dan Satrio banyak bercerita tentang teman-teman kuliah yang kini telah banyak tersebar. Ada yang pulang ke daerah asal, ada yang merantau ke ibukota menjadi karyawan di berbgai bidang, ada pula yang telah berkeluarga dan menetap di sekitaran kampus. Rama, sahabat Amar telah kembali ke Jember. Sedangkan Satrio masih bertahan di pesantren sampai kini karena memang ia asli Solo, tepatnya Boyolali. Ia diminta menjadi pengajar di pesantren mahasiswa tersebut. <br />
<br />
“Mas, aku yakin, Mas Amar punya maksud lain ke sini selain silaturrahim.” Tiba-tiba Satrio tampak lebih serius. Amar hanya tersenyum, namun wajahnya pun tak kalah mulai serius. <br />
<br />
“Begini Mas. Jadi … amanah Mas Amar waktu itu sudah kusampaikan.” Entah mengapa suasana diantara mereka berdua menjadi sedikit lain. <br />
<br />
“Beberapa hari setelah keberangkatan Mas Amar ke Malaysia, sesuai pesan Mas Amar, saya berusaha menemui Eva. Saya ke rumah kostnya Mas, ditemani teman saya dari sini.” Satrio bercerita sambil memperhatikan ekspresi Amar. Seolah ia mempermainkan rasa penasaran Amar untuk segera mengetahui kabar intinya. <br />
<br />
“Amanah Mas Amar kan …, saya hanya diminta menyampaikan surat itu. Jadi saya juga hanya bilang, saya mengantar surat dari Mas Amar. Itu saja.” Satrio berhenti sejenak, seperti mengingat kejadian yang telah lalu itu. <br />
<br />
“Waktu itu, sepertinya Eva agak bingung, dia seperti tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya dia bilang, ‘iya Sat, terima kasih, sudah mengantarkan amanah untukku’.  Begitu, Mas.” <br />
<br />
“Terus …, sekarang dia sudah wisuda kah?” Amar memotong cerita Satrio. <br />
<br />
Sebelum berangkat ke Malaysia, Amar memang telah menceritakan maksud hatinya kepada Satrio. Jadi Amar tidak merasa sungkan lagi untuk bertanya tentang Eva. Apalagi, ia merasa saat ini memang sudah saatnya untuk mencari pasangan hidupnya. <br />
<br />
“Sebentar, Mas. Ada yang perlu saya sampaikan tentang Eva.” Jawaban Satrio tiba-tiba serasa lain di telinga Amar. <br />
<br />
Amar memajukan bahunya, tampak lebih serius. <br />
<br />
“Ada apa Sat? Maksudku apa yang terjadi dengan Eva …?” <br />
<br />
Satrio yang ditanya, tak segera menjawab. Ia sepertinya berusaha menyusun kalimat yang dapat diterima dengan baik oleh Amar. Hal itu membuat hati Amar berdebar-debar. <span id="fullpost">

</span><br />
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Bersambung ....</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#Tantangan7&8</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 9)

Sekitar dua tahun kemudian …. Gambar dari: https://goo.gl/images/Rp8hEA Amar berjalan dari tempat parkir motor menuju ruang dekanat. Matanya menyapu sekeliling, berharap menangkap wajah mahasiswa yang dikenalnya. Namun, tak menemukan wajah-wajah familiar. Setelah menyelesaikan urusannya di kampu…

Mar 15, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 8)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZU4I6pGU9zlO7v_MbbriD1Kp7lkpYDViqGkXudBeiZ6OgIskWcn281xzipvHXIflT1TtyWzFZwyg-XYxbYBHD6cjQObrC1u2ji_QWAFlxMmfqQ4V43TokXhn1tj0AZpeDnj8ScdGZsuVO/s1600/20180314_133012.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="396" data-original-width="514" height="246" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZU4I6pGU9zlO7v_MbbriD1Kp7lkpYDViqGkXudBeiZ6OgIskWcn281xzipvHXIflT1TtyWzFZwyg-XYxbYBHD6cjQObrC1u2ji_QWAFlxMmfqQ4V43TokXhn1tj0AZpeDnj8ScdGZsuVO/s320/20180314_133012.png" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari: brilio.net</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Beberapa minggu setelah kepulangan Eva bertemu Rian, dia sempat bertanya-tanya sendiri, karena mamahnya tidak memberi kabar apapun. Padahal, biasanya paling heboh kalau sudah membahas masalah satu itu. <br />
<br />
Eva merasa sedikit lega, “<i>mungkin tidak berlanjut perjodohannya</i>,” begitu perkiraannya.  Namun, ada kecewa juga di hatinya. Kalau tidak berlanjut, artinya ia masih akan menghadapi perjodohan berikutnya. <br />
<br />
“Aku yakin, aku bisa mencintai siapa saja, asalkan dia menyayangiku. Kalau beruntung menikah dengan orang yang dicintai, itu namanya anugerah terindah. Tapi itu tidak penting, yang penting satu visi dan belajar memahami satu sama lain.” Itu salah satu celotehan Eva pada Nuri dan Dewi, tetangga kamarnya. <br />
<br />
Maklum, mereka memang sudah sering membahas pernikahan, apalagi jika ada salah satu teman dikabarkan menikah. <br />
<br />
Akhirnya, sore itu, mamah Eva mengabarkan apa yang selama ini membuat Eva bertanya-tanya. Dalam SMS panjangnya, mamah Eva bercerita. <br />
<br />
“Keluarganya Rian meminta fotomu yang tanpa jilbab. Mereka bilang cuma memastikan kalau jilbabmu itu bukan untuk menutupi kekurangan. Mamah malah jadi tersinggung, anak Mamah dikira berjilab karena menutupi kekurangan. Jadi Mamah bilang, Eva tidak mau melanjutkan hubungan lebih jauh.” <br />
<br />
“Ohhh … begitu,” balas Eva dalam SMS nya. <br />
<br />
Beberapa hari setelah SMS itu, Eva kembali dibuat berpikir, saat mamahnya mengabarkan lagi seorang teman, kakak kelas di SD yang telah menjadi PNS. Cerita mamahnya, ia menanyakan Eva. Entah keberanian darimana, Eva membalas SMS. <br />
<br />
“Mah, sudah lah, tidak bisa menunggu sampai aku lulus kah? Jangan menjodohkan terus, nanti pasti aku ketemu jodohku.” <br />
<br />
“Kalau begitu, jangan terlalu menutup diri. Kapan jodohmu datang kalau kamu masih seperti itu terus.” Mamah Eva tidak mau kalah. <br />
<br />
“Oke, nanti kalau ada teman pilihanku datang, Mamah setuju kan?” Eva malah semakin menantang. <br />
<br />
“Iya, buktikan kalo sudah ada.” <br />
<br />
SMS terakhir mamahnya, membuat Eva bingung dan galau. <br />
<br />
“<i>Bagaimana aku berani berkata begitu sama Mamah</i>” Eva merasa sedikit menyesal.<br />
<br />
Selama ini memang ada beberapa teman lelaki yang sepertinya mempunyai perhatian lebih kepada Eva. Diantaranya, Dana dan seorang lagi mahasiswa fakultas ekonomi yang ia kenal saat ada kegiatan koperasi. <br />
<br />
“<i>Tapi … tidak mungkin dong, aku nembak duluan. Hahaa … apa kata dunia?</i>” Eva tersenyum sendiri membayangkannya. <br />
<br />
“<i>Apalagi nembaknya untuk menikah, bukan pacaran. Mungkin mereka langsung lari tunggang-langgang.</i>” Senyum Eva semakin lebar dan panjang. <br />
<br />
“<i>Tapi … tidak ada salahnya dicoba. Demi janji pada Mamah.</i>” Khayalan Eva mulai meninggi.<span id="fullpost">

</span><br />
<br />
<b>Bersambung ....</b><br />
<div>
<br /></div>
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#Tantangan7&8</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 8)

Gambar dari: brilio.net Beberapa minggu setelah kepulangan Eva bertemu Rian, dia sempat bertanya-tanya sendiri, karena mamahnya tidak memberi kabar apapun. Padahal, biasanya paling heboh kalau sudah membahas masalah satu itu. Eva merasa sedikit lega, “mungkin tidak berlanjut perjodohannya,” begitu…

Mar 14, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 7)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyMIDs6UzxDLP9A7V0QvHeItNd1seTbGQ4s59yNSWDMTUguaVOXZ_fnd6zqB7lqn-X-ykalebpGCay68HEWlTc2T0-_iWYq2271lk867XvbuPB4yh_vAiFtvRdnKhRZjRYLV66L7cAPPgg/s1600/unnamed.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="291" data-original-width="506" height="184" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyMIDs6UzxDLP9A7V0QvHeItNd1seTbGQ4s59yNSWDMTUguaVOXZ_fnd6zqB7lqn-X-ykalebpGCay68HEWlTc2T0-_iWYq2271lk867XvbuPB4yh_vAiFtvRdnKhRZjRYLV66L7cAPPgg/s320/unnamed.png" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari: https://goo.gl/images/JeQXKy</div>
<br />
Tidak terasa Eva sudah hampir menyelesaikan semester tujuh. Waktu bagai peluru yang tak tertahan, melesat tanpa dapat dihentikan. Beberapa teman sekelasnya bahkan sudah mulai menyusun skripsi. Mereka para calon dosen, selama kuliah telah mengasisteni beberapa dosen. Bahkan ada yang hanya tinggal menunggu diwisuda. Ada juga yang telah mendahului yang lain, melengkapi separuh din, begitu kata Mbak Nurul. Sementara Eva, ia masih galau dengan apa yang akan dikerjakannya nanti setelah lulus. Itu yang membuatnya bermalas-malasan untuk mengejar waktu. <br />
<br />
Sebagai anak bungsu, Eva merasa mengalami tekanan dari orang tua dan kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga. Hal itu terjadi, karena menurut keluarganya, Eva tampak membahayakan. <br />
<br />
“Coba lihat dirimu. Selama sekolah dan kuliah sampai semester 7, belum pernah tampak punya pacar sekalipun. Itu kan tanda bahaya, Va.” Begitu kata mamah Eva. <br />
<br />
Dari situlah, setiap kali Eva pulang saat libur semester, mamah atau kakaknya selalu mengenalkan dirinya dengan lelaki pilihan mereka. Eva sangat tidak nyaman dengan itu, sehingga ia seringkali memilih tidak pulang lama-lama di rumah. <br />
<br />
Seperti kabar yang baru diterimanya melalui SMS, mamahnya bercerita bahwa ada kerabat di Bandung akan berkunjung saat liburan. Mereka sekalian mengenalkan anaknya, siapa tahu cocok bisa menjadi besan. Sudah kesekian kalinya hal seperti ini terjadi pada Eva, dan kali ini ia merasa sudah bosan. Eva hanya membalas SMS dengan janji untuk pulang beberapa minggu lagi. <br />
<br />
Tibalah saat yang Eva janjikan, ia terpaksa pulang untuk menyenangkan orang tuanya. Dan benar saja, beberapa hari di rumah, mereka yang diceritakan benar-benar datang. Kali ini Eva lebih kooperatif. Tidak seperti biasanya, pernah ia malah pergi saat ada yang datang mau dikenalkan. <br />
<br />
Eva berkomunikasi lancar dengan keluarga maupun si calon yang dikenalkan. Dia berpikir untuk menurut saja apa yang diinginkan mamahnya. Dengan Rian, lelaki yang dimaksud, ia sempat bercerita tentang beberapa hal. Dan pada akhirnya Eva berkata pada mamahnya saat mau kembali ke Solo. <br />
<br />
“Aku ikut saja lah, apa kata Mamah. Kalau itu baik, aku mah ikut saja.” Itu Eva sampaikan karena ia berpikir, Rian tidak terlalu jauh dari bayangan lelaki yang diinginkannya. <br />
<br />
Eva sudah menyiapkan diri dengan semua kemungkinan dari perkataannya itu. Kalau jodohnya dengan Rian, pasti akan dimudahkan jalan untuk sampai ke pernikahan. Jadi, sejak balik ke Solo setelah perkenalannya dengan Rian, hati Eva sedikit gelisah. Apakah masa lajangnya akan segera berakhir? <br />
<br />
“Kamu sepertinya lagi berpikir sesuatu, Va.” Nuri merasa ada yang beda dengan Eva. <br />
<br />
Namun Eva merasa tak kuasa untuk menceritakan apa yang dipikirkannya saat itu.<br />
<div>
<br />
<b>Bersambung ....</b><br />
<span id="fullpost"><b>

</b></span><br />
<div>
<br /></div>
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#Tantangan7&8</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 7)

Gambar dari: https://goo.gl/images/JeQXKy Tidak terasa Eva sudah hampir menyelesaikan semester tujuh. Waktu bagai peluru yang tak tertahan, melesat tanpa dapat dihentikan. Beberapa teman sekelasnya bahkan sudah mulai menyusun skripsi. Mereka para calon dosen, selama kuliah telah mengasisteni bebera…

Mar 14, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 6)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidGuN4FBZx-4UNAAk3krTO4WrsuFzTVZO55ywP-ywqNX_ma4FfP9gDofxmNQeIfwik2ctk_rvHDGnN1Yf63WzPdlYhPabb4Wv0pPlU8oVeVVefWHAlrrwFW2CVa_SgZQBWkM2lqpKQHqXt/s1600/pendaki.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1067" data-original-width="1600" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidGuN4FBZx-4UNAAk3krTO4WrsuFzTVZO55ywP-ywqNX_ma4FfP9gDofxmNQeIfwik2ctk_rvHDGnN1Yf63WzPdlYhPabb4Wv0pPlU8oVeVVefWHAlrrwFW2CVa_SgZQBWkM2lqpKQHqXt/s320/pendaki.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari: bromotravelindo.com</div>
<div>
<br /></div>
Rupanya keterkejutan Amar waktu itu, saat tahu Eva adalah seorang karateka, belum berakhir. Amar merasa dikejutkan kembali saat Rama menyodorkan lembar calon peserta kegiatan naik gunung. SKI bekerja sama dengan mapala MIPA mengadakan kegiatan naik gunung Lawu, untuk mengisi kegiatan setelah UAS. Kebetulan beberapa pengurus SKI merupakan anggota mapala. <br />
<br />
Amar berusaha menutupi keterkejutannya di depan Rama, saat membaca salah satu peserta wanita adalah Kaifa Kamilia. Rama mengajak Amar ikut serta dalam kegiatan itu, “untuk refreshing dan latihan fisik,” katanya. <br />
<br />
Sebetulnya Amar semula kurang berminat, tapi demi mengetahui salah satu peserta adalah Eva, ia segera mengiyakan ajakan Rama. Bukan karena ingin mendekati Eva, tapi lebih karena merasa ingin memastikan kondisi gadis itu akan baik-baik saja selama kegiatan itu. <br />
<br />
Maka berdua Rama, Amar mempersiapkan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan. Hingga tiba hari pelaksanaan kegiatan. Kata Rama, selain sebagai refreshing dan latihan fisik, kegiatan itu juga untuk mengakomodasi anggota SKI yang bukan anggota mapala, tetapi ingin naik gunung. SKI menginginkan, mereka bisa naik gunung dengan suasana yang cukup nyaman. Karena selama ini, yang terbayang di beberapa kegiatan, banyak pendakian yang hanya bertujuan untuk kesenangan dan kepuasan hati, tanpa menyertakan perjalanan ruhiyah. SKI berharap bisa memberikan suasana lain, yaitu mendekatkan peserta dengan alam yang juga mendekatkan pada Sang Pencipta. <br />
<br />
Sehingga dalam perjalanan itu, selalu dijaga waktu shalat, dan batas-batas antara pendaki lelaki dan wanita. Namun tetap ada koordinasi yang baik, tidak kaku juga. <br />
<br />
Amar tidak berusaha memperhatikan atau mendekati Eva selama perjalanan, dia cukup memastikan bahwa tidak ada yang membahayakannya. Diantara peserta laki-laki, ternyata terdapat pula si cowok kimia yang beberapa kali Amar lihat bersama Eva. Amar sempat mengobrol dengannya, dan ia pun tahu nama pemuda itu adalah Dana. Dia asli Jakarta. Amar tidak bertanya tentang Eva pada Dana, tapi Amar tahu Dana perhatian sekali pada Eva. <br />
<br />
Perhatian Dana pada Eva terlihat jelas saat kebetulan, dalam perjalanan di tengah malam, terjadi insiden kecil. Eva terpeleset dan hampir tergelincir. Dan, yang menahan badan Eva adalah si Dana. Dana sigap menangkap ransel yang dibopong Eva di punggungnya, sehingga badannya tertahan tidak jatuh tergelincir. Saat itu kebetulan Dana berjalan tepat di belakang Eva. Untuk keamanan, pendaki wanita berjalan di tengah, diantara pendaki lelaki yang dibagi menjadi dua kelompok. <br />
<br />
Saat pendakian telah mencapai puncak di pagi hari, dan rombongan beristirahat cukup lama, Amar juga sempat menangkap bayangan Dana yang memberikan sebatang coklat kepada Eva. Meski mereka tidak tampak banyak berbincang, perhatian Dana kepada Eva di mata Amar kelihatan jelas. <br />
<br />
Namun, semua itu tidak membuat risau ataupun rusuh di hati Amar. Dia hanya memastikan Eva baik-baik saja hingga pendakian usai. Itu cukup menenangkan hatinya. <br />
<br />
<b>Bersambung ....</b><br />
<br />
<span id="fullpost">

</span><br />
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#Tantangan7&8</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 6)

Gambar dari: bromotravelindo.com Rupanya keterkejutan Amar waktu itu, saat tahu Eva adalah seorang karateka, belum berakhir. Amar merasa dikejutkan kembali saat Rama menyodorkan lembar calon peserta kegiatan naik gunung. SKI bekerja sama dengan mapala MIPA mengadakan kegiatan naik gunung Lawu, untu…

Mar 13, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 5)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Eva sedang memperhatikan papan pengumuman ketika Fani dan Indah keluar dari lab komputer. Mereka menghampiri Eva, Fani membuka pertanyaan, "Va, sudah bikin tugas pemrograman?"<br />
<div>
"Belum."</div>
<div>
"Tadi ada Kak Amar di lab, <i>lho</i>?" Fani menggoda.</div>
<div>
Eva mencubit lengan Fani, khawatir Indah tahu apa yang disimpannya berdua Fani.</div>
<div>
<br />
<div>
“Eh, nanti sore jangan lupa ada asistensi.” <br />
Sambil berjalan ke lantai satu, Fani mengingatkan program asistensi yang merupakan bagian dari mata kuliah Agama.</div>
<div>
<br />
“Nanti jadwalnya Mbak Imas yang <i>kasih</i> materi <i>kan</i>?” Eva memastikan. <br />
<br />
“Iya,” Fani dan Indah menyahut hampir berbarengan. <br />
<br />
“Aku malas Fan, kalo asistennya Mbak Imas.” Eva tiba-tiba nyeletuk, saat Indah sudah memisahkan diri. <br />
<br />
“Kenapa? Kamu kan biasanya rajin hadir.” Fani heran.<br />
<br />
“Iya, kalau Mbak Nurul aku suka. Tapi malas kalo Mbak Imas.” <br />
<br />
Fani membiarkan Eva bercerita. Ia sudah paham temannya itu, pasti nanti cerita sendiri. <br />
<br />
“Aku kecewa sama Mbak Imas, ingat <i>kan</i> waktu pertemuan terakhir dia bilang? Katanya ada yang suka mengumbar senyum, tebar pesona sama cowok-cowok. Aku langsung tahu, pasti yang dia maksud itu aku. Diantara kita <i>kan</i> aku saja yang paling mudah senyum.” <br />
<br />
“Perasaanmu saja <i>kali</i> Va.” Fani menetralkan.<br />
<br />
“Mbak Imas tidak mengerti, mana senyum yang bermaksud lain mana yang bukan. Aku <i>kan</i> nggak  bermaksud menggoda dengan senyumku. Dari dulu orang beranggapan aku tersenyum, padahal aku rasa biasa saja.” <br />
<br />
Fani melihat Eva benar-benar kecewa di wajahnya. <br />
<br />
“Aku jadi merasa dihakimi sama Mbak Imas. Dan males jadinya mau ikut asistensinya.” <br />
<br />
Fani merasa cukup mendengarkan saja curhat Eva, tak perlu menanggapi banyak. Akhirnya, Eva dan Fani berpisah di persimpangan jalan, Fani menuju gerbang depan karena kostnya di depan kampus. <br />
<br />
Sore harinya, Eva benar-benar tidak mengikuti asistensi. Ia balik ke kampus tetapi menuju ke tempat lain. <br />
<br />
Sementara, di tempat parkir perpustakaan pusat UNS, Amar sedang memarkir motornya. Ia mau mencari buku referensi untuk tugasnya. Biasanya ia bersama Rama, tapi kali ini Rama mengisi asistensi. Saat berjalan menuju lobi perpustakaan, melewati halaman auditorium, ia merasa melihat seseorang yang dikenal. Diantara beberapa orang dengan seragam putih-putih bersabuk warna-warni, ia melihat Eva. Mereka berlari mengelilingi halaman yang cukup luas, sedang pemanasan. <br />
<br />
“<i>Ternyata gadis itu ikut karate </i>....” Seakan Amar geleng-geleng di dalam hatinya. <br />
<br />
“<i>Sebentar, itu ada juga cowok kimia berambut gondrong. Oh, jadi mereka sama-sama anggota karate</i>.” Amar tersadar. <br />
<br />
Amar cepat berlalu menuju perpustakaan. Ia sudah berkeputusan untuk meminimalisir kontak dengan Eva. Setelah perasaan bersalahnya waktu itu, ia merenung dan membulatkan hatinya untuk menitipkan semua rindunya kepada Sang Pemilik Hati, Penjaga Hati yang terbaik. Amar yakin, jika dia jodoh baginya, suatu saat pasti akan dipertemukan olehNya. <br />
<br />
Namun, pemandangan tadi cukup mengagetkan Amar, dia tidak menyangka gadis itu ikut kegiatan yang cukup <i>macho</i> seperti itu. <br />
<br />
<span id="fullpost">

</span></div>
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgs0oFQF-2BvIWRUWFWTCf6QHMADtccDuFDfWy8DkRsnP8Ix3dmAKBGOJm8Mzi2FGiezMcsu4mDp52NuqxsZ0Cm60Wu3rVRw6Vy92gzftrraEBWyDk4TvmTt3s_Phl_GiwHc5DctdgQUVo8/s1600/karate.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="171" data-original-width="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgs0oFQF-2BvIWRUWFWTCf6QHMADtccDuFDfWy8DkRsnP8Ix3dmAKBGOJm8Mzi2FGiezMcsu4mDp52NuqxsZ0Cm60Wu3rVRw6Vy92gzftrraEBWyDk4TvmTt3s_Phl_GiwHc5DctdgQUVo8/s1600/karate.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
Gambar dari: jqpandanus.blogspot.co.id</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div>
<b>Bersambung ....</b><br />
<br /></div>
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#Tantangan7&8</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 5)

Eva sedang memperhatikan papan pengumuman ketika Fani dan Indah keluar dari lab komputer. Mereka menghampiri Eva, Fani membuka pertanyaan, "Va, sudah bikin tugas pemrograman?" "Belum." "Tadi ada Kak Amar di lab, lho?" Fani menggoda. Eva mencubit lengan Fani, khawatir Indah tahu apa yang disimpannya…

Mar 13, 2018

Bagaimana Ini

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kita ingin mereka disiplin<span id="fullpost">

</span><br />
<div>
Tapi kadang kita tak bikin</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kita mau mereka jujur</div>
<div>
Tapi kita tak mau tahu</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Merasa tenang saja</div>
<div>
Saat mereka menyengaja </div>
<div>
melanggar di depan mata</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kemana idealisme kabur</div>
<div>
Padahal dulu tumbuh subur</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kemana mimpi tlah pergi</div>
<div>
Padahal malam belum pagi</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Aku ingin lari</div>
<div>
Tapi tak tahu arah pasti</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lagi pula aku kini </div>
<div>
Hanyalah seorang diri</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mungkin di pantai ini</div>
<div>
Mimpi itu kan kembali</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Karna di sini ada ombak</div>
<div>
Yang mungkin lebih bijak</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Padanya aku bertanya</div>
<div>
Berharap ia tahu jawabnya</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mau kemana mereka dibawa</div>
<div>
Jika mimpi telah tiada</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bagaimana mereka menjadi</div>
<div>
Jika idealisme telah mati</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tolong tanyaku dijawab</div>
<div>
Wahai kau ombak</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/abpxSCTO4KQ/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/abpxSCTO4KQ?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Bagaimana Ini

Kita ingin mereka disiplin Tapi kadang kita tak bikin Kita mau mereka jujur Tapi kita tak mau tahu Merasa tenang saja Saat mereka menyengaja melanggar di depan mata Kemana idealisme kabur Padahal dulu tumbuh subur Kemana mimpi tlah pergi Padahal malam belum pagi Aku ingin lari Tapi tak tahu arah p…

Mar 11, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 4)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
“<i>Ehem … ehem </i>….” Suara dehem bikinan Fani selalu menggoda Eva setiap kali kakak tingkat itu masuk atau keluar ruang kuliah untuk izin shalat dzuhur. Dia kadang sendirian, kadang bersama temannya. Namun yang selalu konsisten, satu orang itu. Godaan Fani bermula sejak Eva bertanya kepada Fani di suatu hari. Fani dan Eva hampir selalu duduk bersebelahan saat perkuliahan, meski mereka tidak selalu runtang-runtung berdua. <br />
<br />
“Fan, kamu tahu siapa nama kakak itu?” bisik Eva. <br />
<br />
“Yang mana?” Fani menyahut tanpa menoleh. <br />
<br />
“Itu, yang baru keluar minta izin shalat.” <br />
<br />
“<i>Duuh</i>, perhatian ya ….” Bukannya menjawab, Fani malah mulai menggoda. Dan sejak itu Fani selalu menggoda Eva dengan dehemannya. Eva hanya tersipu-sipu menikmati godaan Fani. <br />
<br />
Beberapa hari dari kejadian itu baru Fani memberitahu kalau namanya adalah Amar. <br />
<br />
“Kamu itu memang aneh, <i>eh</i> unik, Va,” kata Fani saat itu. <br />
<br />
“Maksuud …?” Eva me<i>manyun</i>kan mulutnya. <br />
<br />
“Satu sisi kamu begitu tertutup, tapi di sisi lain kamu jujuuur dan polos amat sih.” <br />
<br />
“Jujur itu penting Fan,” jawab Eva. <br />
<br />
“Jadi, kenapa kamu suka sama Kak Amar?” <br />
<br />
“Aku suka konsistensinya, dia konsisten menjaga shalat di awal waktu. Itu saja.” <br />
<br />
“<i>Cie cie</i> ….” Fani menggoda lagi dan lagi setiap Amar maju ke depan untuk meminta izin pada dosen. Paling tidak ia akan menggoyang-goyang lengan Eva, atau kursi Eva disodok-sodok dengan kakinya jika kebetulan ia duduk di belakang Eva. Pun saat Amar kembali masuk. <br />
<br />
Eva memang cukup unik bagi teman-teman yang mengenalnya. Bagi teman kostnya, Nuri, Eva adalah teman yang lucu, selalu tersenyum, tapi mudah sekali meneteskan air mata. Eva adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, yang semuanya perempuan. Salah satu keunikan Eva lainnya adalah, dia selalu berubah sikap jika ada teman lelakinya yang mengungkapkan perasaannya. Padahal dia selalu berprinsip, jujur adalah sifat utama. Namun, saat teman lelakinya berkata jujur tentang perasaannya, dia seketika akan membencinya, meski sebelumnya mereka sangat baik hubungannya sebagai teman. <br />
<br />
Keunikan itu, didasari oleh pemikiran Eva tentang pacar, yang ia lihat dari apa yang dialami kedua kakaknya. Keduanya pernah berpacaran, namun akhirnya menikah dengan orang lain. Dan, bagi Eva itu menunjukkan bahwa pacaran itu tidak ada gunanya. Belum lagi melihat kondisi yang terjadi dengan mantan pacar, menurut Eva ada situasi yang tidak nyaman setiap kali kakaknya bertemu lagi dengan mantannya. Eva membayangkan, situasi itu pasti sangat tidak mengenakkan jika harus ia alami. Dari situlah, ia selalu merasa sangat kecewa saat ada temannya yang melamar menjadi pacarnya. Seketika Eva akan <i>illfeel habis</i>, dan bisa jadi dia tak mau menemuinya lagi. Itu pernah terjadi saat Eva masih SMP dan SMA. Kini, menghindari hal itu lagi, Eva memilih menjaga jarak. Apalagi sedikit-sedikit dia mengikuti kajian juga di kampus, jadi menambah alasannya untuk tidak dekat-dekat dengan teman lelaki.<br />
<br />
Eva juga menyimpan sebuah catatan unik yang diambilnya saat membaca sebuah komik Jepang di jaman SMP-nya.<br />
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqKgEy2iFsDmr7ebfJppThETywFSUq0tkWkVH00CTqv9GR18p5HAmI60efbAxjMPW6D10fjYo2DnICftHuyf9OAFTR4mWcW50QaPI7y7Gyet-GsC-NAMWgmqRUN2qFp6h3mkWn84M6XX7i/s1600/cinta+sejati.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="172" data-original-width="319" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqKgEy2iFsDmr7ebfJppThETywFSUq0tkWkVH00CTqv9GR18p5HAmI60efbAxjMPW6D10fjYo2DnICftHuyf9OAFTR4mWcW50QaPI7y7Gyet-GsC-NAMWgmqRUN2qFp6h3mkWn84M6XX7i/s1600/cinta+sejati.JPG" /></a></div>
<div>
<br />
Kata-kata itu seakan menginspirasinya, dan ingin dibuktikan terjadi dalam hidupnya. Ia pernah berkata kepada Nuri, “Aku lebih menghargai laki-laki yang sabar menunggu saat tepat untuk melamar. Bukan melamar sebagai pacar, tapi melamar untuk menjadi istrinya. Langsung menikah, bukan pacaran.” Nuri hanya menggeleng-gelengkan kepala setiap kali Eva jujur tentang prinsipnya. <br />
<br />
<br />
<br />
<b>Bersambung ….</b><span id="fullpost">

</span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 4)

“Ehem … ehem ….” Suara dehem bikinan Fani selalu menggoda Eva setiap kali kakak tingkat itu masuk atau keluar ruang kuliah untuk izin shalat dzuhur. Dia kadang sendirian, kadang bersama temannya. Namun yang selalu konsisten, satu orang itu. Godaan Fani bermula sejak Eva bertanya kepada Fani di suat…

Mar 09, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 3)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Amar masih berjalan mengikuti, saat mereka berdua sampai di gerbang kampus. Di luar gerbang mereka berhenti, dan tampak berbincang. Amar risau, kalau mereka berhenti di situ, mau kemana dia melangkah. Akhirnya Amar melambatkan langkahnya. Beruntung, tepat saat Amar sampai di gerbang, mereka berdua menyeberang jalan, dan masuk sebuah jalan perumahan. Amar membaca di jalan masuk, namanya Jalan Kutilang. Berjalan sekitar 300 meter dari jalan masuk gang, mereka berhenti lagi. Kali ini di depan rumah bercat putih berpagar hitam, Eva membuka pintu pagar, sementara pemuda itu berbalik arah. Amar berpapasan dengannya, dan sempat tersenyum tipis, karena si anak kimia itu juga menatapnya. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3NV6CQTKjc51td6OddgdFZIw8H6BP5Qs3ZkwLXvFRpGaDnAiRbzGnZM9cJMVXG-BYWh_pvH5YrVbMTI_Xyrpcy-AzUltU2kIhNNh-3v6w49Ds4zr5KhxQG_2zEvHwl34VRuHFSjTrZNE3/s1600/images+%25284%2529.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="332" data-original-width="443" height="239" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3NV6CQTKjc51td6OddgdFZIw8H6BP5Qs3ZkwLXvFRpGaDnAiRbzGnZM9cJMVXG-BYWh_pvH5YrVbMTI_Xyrpcy-AzUltU2kIhNNh-3v6w49Ds4zr5KhxQG_2zEvHwl34VRuHFSjTrZNE3/s320/images+%25284%2529.jpeg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
https://goo.gl/images/bTs9LT</div>
<br />
Merasa tak mungkin ikut berbalik, Amar berjalan lurus untuk menghilangkan kemungkinan mencurigakan. Eva sudah tak tampak di depan rumahnya. Setidaknya dia tahu pemuda itu hanya mengantar Eva ke kostnya, dan jadi tahu juga tempat tinggal Eva. Meskipun rasa tak enak hati masih tersisa, penasaran apa hubungan mereka. Dia terus berjalan, hingga menemukan papan nama sebuah Masjid. Amar masuk untuk melepas kebingungan mau berjalan kemana. Saat duduk di serambi menikmati sejuknya masjid sambil iseng membuka handphone, seseorang menghampirinya. <br />
<br />
“Mas Amar, kan?” sebuah suara menyapa. <br />
<br />
Amar menoleh ke arah suara, dan senyum segera membalas pertanyaan tadi. Amar mengenalnya, dia Satrio, adik tingkatnya dan teman sekelas Eva. Mereka berjabat tangan, khas kebiasaan anak-anak SKI kalau bertemu. <br />
<br />
“<i>Kenapa semua serasa serba kebetulan, di sini ketemu teman Eva</i>,” batin Amar. <br />
<br />
“Mas Amar dari mana?” <br />
<br />
Amar tiba-tiba bingung, “<i>mau jawab apa nih?</i>” <br />
<br />
“<i>Pingin</i> jalan <i>aja</i> tadi, aku dengar ada pesantren di daerah sini.” <br />
<br />
“Ini dia Mas, pesantrennya.” <br />
<br />
“Ooh ….” Amar berekspresi bengong. <br />
<br />
“Jadi kamu tinggal di pesantren, ya.” <br />
<br />
Akhirnya Amar dan Satrio mengobrol <i>ngalor-ngidul</i> tentang pesantren, kampus dan pernak-perniknya. Sebetulnya Amar merasa ingin menanyakan perihal Eva kepada Satrio, tapi tak kuasa diungkapkan. Amar merasa malu kalau adik tingkatnya itu tahu perasaannya tentang Eva. Obrolan mereka berakhir hingga menjelang adzan ashar. Satrio bersiap menjadi muadzin. Amar pulang setelah shalat berjamaah di masjid itu. <br />
<br />
Saat berjalan pulang, Amar melewati rumah dimana Eva tadi masuk. Dan, serasa kebetulan lagi, pintu pagar terbuka, dan yang keluar adalah Eva bersama seorang temannya. Amar dan Eva sempat berpapasan mata, dan seperti biasa ada senyum tipis malu-malu di wajah Eva. <br />
<br />
“<i>Astaghfirullaah </i>….” Amar menahan rasa gemuruh dalam hatinya. Beberapa kali sudah momen itu terjadi antara Amar dan Eva. Hanya senyum tipis tanpa kata. Amar merasa bersalah, namun jujur ia belum bisa seperti Rama yang selalu menjaga pandangannya. <i>Godzul bashar</i>, katanya. Dia mempercepat langkahnya, alih-alih mengurangi rasa bersalah. Ia harus segera balik ke kampus, karena motor bututnya masih ada di tempat parkir. Selama perjalanan sendiri ke kampus, ia berpikir, “<i>mungkinkah aku menghilangkan rasa ini?</i>” <br />
<br />
<br />
<b>Bersambung ….</b><span id="fullpost">

</span><br />
<div>
<br /></div>
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 3)

Amar masih berjalan mengikuti, saat mereka berdua sampai di gerbang kampus. Di luar gerbang mereka berhenti, dan tampak berbincang. Amar risau, kalau mereka berhenti di situ, mau kemana dia melangkah. Akhirnya Amar melambatkan langkahnya. Beruntung, tepat saat Amar sampai di gerbang, mereka berdua …

Mar 08, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 2)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kaifa Kamilia, itulah namanya. Amar mengetahui nama itu dari daftar hadir mata kuliah Persamaan Differensial Biasa (PDB). Amar sengaja memperhatikan daftar hadir yang beredar selama kuliah beberapa hari yang lalu. Eva, begitu teman-temannya memanggil gadis itu. Dua tahun lalu, Amar terpaksa mendapat nilai C pada beberapa mata kuliah, termasuk PDB karena harus ijin pulang ke Ciamis selama beberapa minggu. Saat itu ia dikabari neneknya meninggal, kemudian setelah selesai pemakaman, ibunya jatuh sakit hingga harus diopname.<br />
Semester ini Amar mengulang mata kuliah PDB untuk memperbaiki nilai, dan keputusan ini dirasa tepat setelah dia mengenal Eva. Karena Amar jadi bisa sama-sama satu ruang kuliah dengan Eva. <br />
<br />
Amar merasa lebih bersemangat setiap kali masuk kuliah PDB, karena ia punya harapan lain tentunya. Seperti hari itu, dia masuk kelas tepat waktu sebelum dosen masuk ruang kuliah. Dia duduk mengambil baris ke-3 di deretan kursi mahasiswa. Sekilas, Amar melihat gadis itu duduk di baris pertama, di posisi kesukaannya, pojok depan.<br />
<div>
Di kampus Amar, memang ruang kuliah terdiri dari dua deretan kursi, dipisahkan untuk jalan mahasiswa di tengah-tengah. Dan mahasiswa yang mengikuti kuliah, secara otomatis, seakan sudah menjadi kesepakatan, akan memisahkan deretan laki-laki dan perempuan. Seorang dosen fakultas lain pernah mengatakan bahwa kampus MIPA baginya seperti pesantren, karena hampir semua mahasiswi menggunakan kerudung di kepalanya. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibIozq581nsSsTuQ2iuCzHkYUxRoOpZ9NJZEit1brc955Xz6lc2YIgQ1F6j42SDh9iNUfhLm32sHVr3Xy614IP-5W0RGymRV9nMSlUhbwtHc618nHVCBO7zo3Z4DwiFiGjsZtm5yTZZIJ-/s1600/ruang+kuliah.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="162" data-original-width="270" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibIozq581nsSsTuQ2iuCzHkYUxRoOpZ9NJZEit1brc955Xz6lc2YIgQ1F6j42SDh9iNUfhLm32sHVr3Xy614IP-5W0RGymRV9nMSlUhbwtHc618nHVCBO7zo3Z4DwiFiGjsZtm5yTZZIJ-/s1600/ruang+kuliah.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari law.uii.ac.id</div>
<br />
Bagi Amar, suasana pesantren bukan saja terlihat dari mahasiswinya yang berkerudung, namun kegiatan SKI alias Sie Kerohanian Islam yang makin membuat kampus ini serasa pesantren. Rama yang selalu mengajaknya ikut serta dalam setiap kegiatan SKI, karena dia adalah sekretaris SKI FMIPA. Itulah salah satu alasan, Amar merasa bersyukur dipertemukan dengan sahabat yang mengajaknya ke jalan Tuhan. Karena sahabatnya itu pula, dia semakin mantap hanya menyimpan kekaguman dan rindunya kepada Eva. Dia tak mungkin mengungkapkannya saat ini. Ada dua alasan, mengapa Amar merasa hanya cukup menyimpan semuanya.<br />
<br />
Alasan pertama, berkaitan dengan prinsipnya. Ia berpikir, ia akan menghianati perjuangan orang tua jika mengikuti perasaannya dan menjalin hubungan khusus dengan seorang wanita atau pacaran seperti teman-teman yang lain. Orang tua bekerja keras membiayai hidupnya, namun ia bersenang-senang di atas kerja keras orang tua, itu yang sangat dihindari Amar. <br />
<br />
Alasan kedua, karena apa yang Amar dapatkan dalam kajian-kajian di SKI, ia makin paham bahwa pacaran itu salah satu jalan mendekati perzinaan, sehingga merupakan perbuatan yang keji alias haram. Dari kedua alasan itu, Amar mantap untuk menyimpan semua kekaguman dan kerinduannya pada Eva hanya dalam hati dan diamnya. Dia sadar itu tidak dapat dihindari sebagai manusia normal, tidak perlu pula dihilangkan, hanya cukup dijaga agar tidak mengganggu dan merusak amalnya. Begitu hasil pemikiran Amar. <br />
<br />
Selesai perkuliahan, Amar hendak pulang, saat ia melihat dari kejauhan Eva berjalan dengan seorang mahasiswa. Amar agak terkejut, jarang selama ini, ia melihatnya bersama laki-laki. Itu pula yang membuatnya kagum. Amar memperhatikan dari jauh, mereka berjalan sambil berbincang. Mahasiswa itu berambut sedikit gondrong, dan pada akhirnya Amar sadar, pemuda itu salah satu mahasiswa jurusan kimia. Mereka satu kampus tentunya, karena ada empat jurusan di fakultas MIPA: matematika, fisika, kimia, dan biologi. <br />
<br />
Pikiran Amar agak gamang, “<i>apakah mereka pacaran?</i>” Tapi dia baru melihatnya berdua hari itu. Ataukah karena Amar baru tahu saja? <br />
<br />
Dan, karena rasa penasaran bercampur tak enak di dalam hatinya, Amar nekad membuntuti mereka. Sepertinya Eva dan mahasiswa itu berjalan menuju keluar kampus, karena mereka mengarah ke gerbang kampus bagian belakang. Sepanjang perjalanan, mereka berjalan santai berdampingan dan sesekali tampak berbincang. Eva banyak tersenyum dengan gayanya yang khas. Tampak saat Eva mengarahkan wajah ke arah teman berjalannya itu. Amar terus membuntutinya sambil menjaga jarak.<br />
<br />
“<i>Mau kemana mereka? Apakah dia pacar Eva?</i>” pertanyaan itu sedikit mengganggu Amar.<span id="fullpost">

</span><br />
<br />
<b>Bersambung ....</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#Tantangan7&8</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 2)

Kaifa Kamilia, itulah namanya. Amar mengetahui nama itu dari daftar hadir mata kuliah Persamaan Differensial Biasa (PDB). Amar sengaja memperhatikan daftar hadir yang beredar selama kuliah beberapa hari yang lalu. Eva, begitu teman-temannya memanggil gadis itu. Dua tahun lalu, Amar terpaksa mendapa…

Mar 07, 2018

Rindu dalam Diam (Bagian 1)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Wajahnya tidak cantik-cantik amat. Hanya, entah mengapa selalu enak dipandang. Mungkin karena senyum ramah dan pemalu yang membuatnya menarik. Setidaknya bagi Amar. Dia gadis berlesung pipi dan berkerudung yang sering tampak sendirian. Tidak seperti yang lain, dia lebih sering berjalan, atau duduk-duduk tanpa teman-temannya. Kalaupun bersama teman-temannya, dia tidak terlalu banyak bicara. Di perpustakaan, Amar sering menemukannya duduk sendirian. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyfHAuhFo5XGcgyNR5v9t2wPJClr-tgrRD-bs6P94RyJ114_1gyCARq6X4C39dcYPbcQdzJmZa5yCGYsT-tMcdqXzKAjrm4zTEqSuLaIKSrATVEq-MCT1XYQdS28FLj6Mb6xOr7xIiCfQ5/s1600/gambar+muslimah.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="400" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyfHAuhFo5XGcgyNR5v9t2wPJClr-tgrRD-bs6P94RyJ114_1gyCARq6X4C39dcYPbcQdzJmZa5yCGYsT-tMcdqXzKAjrm4zTEqSuLaIKSrATVEq-MCT1XYQdS28FLj6Mb6xOr7xIiCfQ5/s320/gambar+muslimah.jpg" width="240" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari yuzuhana.deviantart.com</div>
<br />
Sudah hampir dua semester, gadis itu menjadi adik tingkat Amar. Namun, baru sekitar dua minggu lalu Amar menyadari ada yang menarik dari gadis itu. Amar tidak sengaja bertemu pandang dengannya saat keluar dari mushala kampus. Dia baru saja menuju mushala untuk shalat dhuhur waktu itu. Entah mengapa, sejak itu Amar merasa dia gadis yang istimewa. Dan sejak itu pula, Amar selalu tergoda memperhatikan sosok sederhana yang menarik hatinya. <br />
<br />
Kalau dilihat dari penampilannya, sebetulnya gadis itu sangat sederhana atau mungkin polos lebih tepatnya. Kerudungnya tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil berlilit-lilit yang istilahnya modis atau gaul. Bajunya juga sedang-sedang saja, tidak bergamis yang lebar-lebar, pun tidak ketat-ketat yang membuat lekuk tubuh terlihat. Wajahnya tampak natural, tidak seperti wajah Santi atau Dea, teman sekelas Amar, yang seperti artis di televisi. Mungkin kesederhanaan dan kesan kemandirian, hal itu yang membuat Amar lebih tertarik. Selain dari senyum natural yang meronakan malu, yang selalu tampak di wajahnya. <br />
<br />
Hari itu, Amar sedang duduk di deretan belakang ruang baca perpustakaan kampus MIPA, saat matanya menangkap sosok yang akhir-akhir ini sering dirindukannya. Rindu dalam diam, begitu Amar menganggapnya. Ya, dia tidak mungkin mengungkapkan kerinduannya kepada orang lain. Jadi dia hanya merindukan sosok gadis itu dalam diam. <br />
<br />
Setelah menaruh tas dan memilih buku beberapa saat, gadis itu tampak duduk di pojok depan. Sebaris dengan tempat Amar duduk, tapi posisi membelakangi Amar, membuat Amar bisa memperhatikannya diam-diam dengan leluasa. Apalagi, suasana perpustakaan sedang tidak ramai, hanya sedikit mahasiswa memilih-milih buku, dan seorang petugas di meja pelayanan. Gadis itu tampak membaca dan menulis bergantian. <br />
<br />
“<i>Mungkin sedang mengerjakan tugas</i>,” batin Amar. <br />
<br />
Entah, apakah gadis itu menyadari kalau Amar sering memperhatikannya akhir-akhir ini. <br />
<br />
Amar terkejut saat pundaknya ditepuk seseorang. <br />
<br />
“Serius amat, Mar,” sapaan Rama si penepuk pundak Amar.  <br />
<br />
“Serius baca, atau ngelamun nih …” lanjutnya. Amar hanya tersenyum menanggapi Rama. <br />
<br />
“Sepertinya ada yang kamu perhatikan, ya.” <br />
<br />
“Kamu ngomong apa sih Ram,” jawab Amar akhirnya. <br />
<br />
“Jangan pura-pura. Gadis di depan itu, kan?” <br />
<br />
“<i>Gila, kok dia bisa tahu</i>,” batin Amar. <br />
<br />
Rama memang teman dekat Amar, mereka satu kelas di kampus dan satu rumah kost pula. Wajar jika Rama mengenal baik tabiat Amar. Sejak awal kuliah mereka biasa kemana-mana bersama. <br />
<br />
“Kamu tahu darimana Ram, aku memperhatikannya?” Amar tak bisa mengelak. <br />
<br />
“Beberapa kali aku lihat matamu sering terpaku padanya. Seperti tadi, saat aku datang.” <br />
<br />
Rupanya Amar seperti hilang kesadaran kalau sudah memperhatikan gadis itu, sampai tidak menyadari sahabatnya memperhatikan. Atau juga karena Rama memang sahabat yang baik, mengerti benar kondisi Amar. <br />
<br />
Mereka pun terlibat pembicaraan, hingga tiba-tiba Amar tersadar si gadis tak di tempatnya lagi. Refleks mata Amar menyapu sekeliling, tapi memang sudah tak tampak sosok itu. <br />
<br />
“<i>Cepat sekali keluarnya, sampai tak sadar,</i>” batin Amar. <br />
<br />
Akhirnya berdua dengan Rama, Amar berdiskusi menyelesaikan tugas Persamaan Differensial. <br />
<br />
<b><i>Bersambung </i>….</b><span id="fullpost">

</span><br />
<div>
<br /></div>
<div>
#BismillahLulus</div>
<div>
#Tantangan7&8</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Rindu dalam Diam (Bagian 1)

Wajahnya tidak cantik-cantik amat. Hanya, entah mengapa selalu enak dipandang. Mungkin karena senyum ramah dan pemalu yang membuatnya menarik. Setidaknya bagi Amar. Dia gadis berlesung pipi dan berkerudung yang sering tampak sendirian. Tidak seperti yang lain, dia lebih sering berjalan, atau duduk-…

Mar 07, 2018

Tips dari "Kecelakaan" Kerak di Tumis Buncis

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Ini cerita untuk para bunda atau calon bunda. Tapi kalau ada ayah atau calon ayah mau membaca, tidak tabu kok. <i>Hiii</i>  ....<span id="fullpost">

</span><br />
<div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinGPzmOMK22-hDly3-9cd9F_vClD_g0TE-O24sqPLGrnZfJM1m58LfgPNLTMqA1Dx_7pgdagYq4rW3NCkCdyYEIsalGExTaIx21SNKUESqwZXlrkGDsZJMUugmNGIj9tQxc-FzbojNBV37/s1600/catering_makan_siang_murah_enak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="448" data-original-width="300" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinGPzmOMK22-hDly3-9cd9F_vClD_g0TE-O24sqPLGrnZfJM1m58LfgPNLTMqA1Dx_7pgdagYq4rW3NCkCdyYEIsalGExTaIx21SNKUESqwZXlrkGDsZJMUugmNGIj9tQxc-FzbojNBV37/s320/catering_makan_siang_murah_enak.jpg" width="214" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari bukalapak.com</div>
<br /></div>
<div>
Ceritanya, pagi itu saya menumis buncis. Cukup ditumis saja, biar cepat dan segera mau beraktivitas. Sudah disiapkan semua bumbu lengkap, sampai ebi dan lengkuas. Maka langsung masukkan bumbu pada sedikit minyak yang telah panas. Saya menemukan sedikit potongan warna hitam, saya kira itu dari lengkuas, dan berhasil diambil dan buang. Selanjutnya masuk buncisnya, <i>hmmm</i> ... aroma harum sudah mulai menggoda hidung mancung saya. 😁</div>
<div>
Tetapi, beberapa menit kemudian, saat melakukan <i>sreng-sreng</i> supaya masak merata dan bumbu meresap rata, mulai tampak hitam-hitam pada seluruh bagian sayur buncis. Saya jadi serius bertanya-tanya, kok bisa sih muncul hitam-hitam ini? Lihat ke atas, tidak ada kemungkinan sesuatu terjatuh dan mengotori sayur saya. </div>
<div>
Cukup lama membolak-balik sayur sambil berpikir, ternyata semakin banyak saja warna hitamnya. Seperti serpihan kecil-kecil. Saya mulai gusar, tidak mungkin sayur ini dihidangkan untuk orang-orang tersayang. Kecewa, marah, campur aduk tapi tidak tahu pada siapa.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Beberapa saat, hanya bisa membolak-balik saja dan menjadikan sayur yang aromanya harum itu sebagai mainan. Ingat jaman SD, suka mainan sayur-sayuran dengan api dari tungku batu, berbahan bakar kayu. </div>
<div>
Lemas badan, tak mungkin lagi dimakan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tapi, tiba-tiba saya tersadar. Oh, saya menemukan jawabannya. Meski tak mungkin lagi dimakan, saya merasa tak lemas lagi karena sudah tahu penyebabnya. Ternyata wajan yang dipakai memasak, meski sudah dicuci bersih, masih ada jejak kerak setelah membuat serundeng kemarin. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Merasa sedikit rugi harus membuang tumis buncis yang harum, tapi saya mendapat gantinya. Menemukan tips untuk menghilangkan sisa kerak di wajan. Memang, "kecelakaan" atau kegagalan kadang memberikan hasil sampingan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ya, jika wajan terpaksa berkerak, meski sudah dicuci bersih, bisa jadi masih ada sisa kerak yang tak tampak. Untuk membersihkannya, cukup panaskan minyak, dan tumislah sisa-sisa sayuran yang tak terpakai lagi. Kemudian lakukan <i>sreng-sreng</i> supaya kerak terlepas dan menempel pada sayuran. Oh ya, jangan lupa pakailah spatula yang berbahan stainless. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Begitu tips sederhana dari saya Bunda, semoga bermanfaat dan selamat mencoba. <i>Cheers</i> .... 😁<br />
<br />
#onedayonepost<br />
#ODOPbatch5</div>
</div>

Tips dari "Kecelakaan" Kerak di Tumis Buncis

Ini cerita untuk para bunda atau calon bunda. Tapi kalau ada ayah atau calon ayah mau membaca, tidak tabu kok. Hiii .... Gambar ...

Mar 05, 2018

Senyum yang Ditunggu

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
"Permisi Pak, numpang lewat." Seperti biasa, bapak yang sedang duduk di terasnya itu hanya diam saja. Jangankan menjawab sapaanku, sekedar tersenyum, ataupun menunjukkan roman ramah di wajahnya, belum pernah kudapati setiap kali aku mengucapkan kata-kata itu. Untuk kesekian kalinya, ia hanya menatap sebentar dengan pandangan yang entah apa namanya. Seperti pandangan yang berat, seberat bibirnya yang tak mudah bergerak. <span id="fullpost">   </span><br />
<div>
<br /></div>
<div>
Sudah dua bulan aku <i>ngekost</i> di sebelah rumahnya, tepatnya berjarak tiga rumah di belakangnya. Rumah kostku terletak di lorong kecil, sehingga untuk berangkat dan pulang kerja atau kemanapun, harus melewati depan terasnya. </div>
<div>
Aku sering mendapatinya duduk di teras, dan selalu kusapa dengan senyuman dan permisi. Namun, entah mengapa bapak tua sekitar 60-an itu tak pernah membalas senyumanku. Aku seperti orang aneh yang suka senyam-senyum sendiri di depannya.</div>
<div>
Meski begitu, aku tak pernah berpikir jauh, selalu kutunjukkan wajah ramah dengan senyuman kepadanya. Karena aku ingat, senyum itu katanya ibadah. Apalagi, ini berhubungan dengan adab kepada orang yang lebih tua.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYhVx2zYqYi3m34vR8i-vyexPkwBkHqXu8USlAn3zUQG3JYibGf75ztime8WSpqUZvW0nyZfcjoF5njt823RGus6I8hm1LPGx7npJZqnKdVoLGH2TDcPANcuARhuE0odeiDjkL9Bx6syVL/s1600/Benarkah+Senyum+Itu+Ibadah.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="600" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYhVx2zYqYi3m34vR8i-vyexPkwBkHqXu8USlAn3zUQG3JYibGf75ztime8WSpqUZvW0nyZfcjoF5njt823RGus6I8hm1LPGx7npJZqnKdVoLGH2TDcPANcuARhuE0odeiDjkL9Bx6syVL/s320/Benarkah+Senyum+Itu+Ibadah.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar dari <a href="http://pondokitab.blogspot.com/" target="_blank">pondokitab.blogspot.com</a></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sore itu, seperti biasa aku melewati depan rumahnya sepulang kerja. Namun kali ini, aku tak melihat si bapak di terasnya. "Oh, tidak perlu tersenyum tanpa balasan lagi," pikirku. Beberapa langkah melewati pagar teras, sayup-sayup terdengar suara seperti orang merintih. Berhenti sebentar, aku memastikan suara itu. Iya, berasal dari rumah si bapak yang pintunya tidak tertutup. </div>
<div>
Sejenak aku ragu, namun kubalikkan langkahku dan kucoba membuka pintu pagar kayu di teras rumah. Aku menuju ke pintu, dan kuberanikan memberi salam. Di ruangan agak ke dalam, seorang bocah lelaki sedang terbaring. Rupanya suara rintihan tadi berasal darinya. Seorang ibu duduk di pinggir dipan tempat bocah itu tiduran. </div>
<div>
Aku bergegas mendekati sang ibu, dan menjelaskan mengapa aku masuk. Rupanya, si ibu lebih ramah dari yang kubayangkan. Dia mulai bercerita tentang anaknya, Tio,  yang sedang sakit gigi. Juga tentang kondisi Tio yang berkebutuhan khusus sehingga jarang bermain di luar dengan teman sebayanya. Anak itu sekitar usia remaja, namun wajahnya khas penderita defisiensi mental.</div>
<div>
Aku mendengar ceritanya, sambil sedikit memperhatikan keadaan rumah. Rumah yang tampak mulai tua dengan perkakas yang sederhana, namun tertata cukup rapi. </div>
<div>
Sepanjang ibu bercerita, aku tak melihat si bapak. Dari cerita sang ibu, si bapak adalah suaminya yang bekerja sebagai satpam di SPBU. </div>
<div>
Aku menawarkan obat pereda sakit yang biasa kuminum, kuambilkan satu strip di rumah kost dan kuberikan pada si ibu dengan sedikit penjelasan dosis minumnya. Namun, tak lupa kusarankan kepada si ibu untuk membawa anaknya ke dokter.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pagi harinya, saat aku berangkat ke tempat kerja, kulihat si bapak sedang duduk seperti biasanya. Aku sudah siap tersenyum tanpa balasan, sebelum menyadari pandangan matanya yang tidak seperti biasanya. Tidak itu saja, bibirnya pun tidak kaku lagi, tampak ada sedikit senyuman meski terkesan dipaksakan. Ada rasa senang dalam hati, namun aku harus segera pergi agar tidak terlambat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sorenya, sepulang kerja aku sengaja mampir di lapak penjual buah. Kebetulan musim mangga begini, banyak varian mangga dijual di sini. Aku membeli dua kilo dan meminta dijadikan dua tempat. Aku ingin mampir di tempat Tio, sekedar menanyakan keadaannya. </div>
<div>
Di depan rumahnya, agak ragu kubuka pintu pagar, karena pintu rumah tampak tertutup tidak seperti biasanya. Kuketuk daun pintu sambil berucap salam, namun sampai tiga kali salamku tak juga ada tanda-tanda dari dalam. </div>
<div>
Agak kecewa aku berbalik, tapi di depan pagar aku hampir memekik, terkejut karena telah berdiri seseorang. Iya, si bapak berdiri di depan pagar dengan senyum mengembang di bibirnya. Sedikit kikuk karena terkejut dan tak menduga, kujelaskan maksudku. Ternyata si bapak mau berbincang sebentar. Dia menjelaskan, Tio dan ibunya sedang ke luar daerah untuk menemui keluarga di sana sekaligus ada pengobatan alternatif yang biasa dilakukan untuk Tio. </div>
<div>
Aku tak memperpanjang pembicaraan, hanya kutinggalkan bungkusan plastik berisi mangga tadi di atas meja teras dengan sedikit basa-basi. Aku langsung permisi pulang. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Meski tak bisa membantu banyak, namun aku merasa sedikit senang bisa melihat senyum di wajah ayah Tio. Senyum dan balasan dari sapaanku yang selanjutnya selalu kulihat saat bertemu lagi dengannya.</div>
<div>
Bahkan senyumnya semakin tampak natural dan lebar. Ternyata benar, senyum memang membuat orang senang melihatnya. Seperti aku senang, melihat senyum bapak tua di teras rumahnya itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
#Tantangan6</div>
<div>
#KarakterTakBiasa</div>
<div>
#onedayonepost</div>
<div>
#ODOPbatch5</div>
</div>

Senyum yang Ditunggu

"Permisi Pak, numpang lewat." Seperti biasa, bapak yang sedang duduk di terasnya itu hanya diam saja. Jangankan menjawab sapaanku, sekedar tersenyum, ataupun menunjukkan roman ramah di wajahnya, belum pernah kudapati setiap kali aku mengucapkan kata-kata itu. Untuk kesekian kalinya, ia hanya menata…

Mar 04, 2018

Load more posts